BAB I
KONSEP KESEHATAN MENTAL
Tujuan Khusus Perkuliahan:
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian kesehatan mental dari pendapat beberapa ahli.
2. Mahasiswa dapat menyebutkan dan menjelaskan ciri-ciri kesehatan mental.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan gangguan kesehatan mental.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan agama dan kesehatan mental.
Pembahasan
A. Pendahuluan
Setiap individu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dituntut untuk bekerja dan berusaha agar keinginan dari dirinya dapat terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut manusia memerlukan jasmani yang sehat. Karena apabila jasmani atau tubuh terganggu maka semua aktivitas individu tersebutpu terganggu. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik, mental dan sosial secara penuh bukan semata-mata hanya terbebas dari penyakit dan keadaan lemah tertentu. Apabila mental dan jasmani individu tersebut sehat tentunya akan sedikit kemungkinan terjadinya gangguan untuk meelakukan aktivitas sehari-hari. Jika mental individu tersebut sehat maka individu tersebut dapa terhindar dari gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa, sehingga ia dapat menyesuaikan diri dan dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang dimiliki. Dengan keadaan mental yang sehat maka individu tersebut dapat bekembang secara optimal. Maka dari itu kita sebagai mahasiswa, khususnya mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling perlu mempelajari kesehatan mental agar nanti saat menghadapi individu yang memiliki gejala-gejala gangguan mental agar dapat segera diatasi sehingga individu tersebut tidak kea rah patologi (sakit mental). Maka dari itu kami menyusun makalah yang membahas tentang kesehatan mental.
B. Pengertian Kesehatan Mental
Kesehatan mental alih bahasa dari Mental Hygiene atau mental Health. Definisi-definisi yang diajukan para ahli diwarnai oleh keahlian masing-masing. Menurut World Health Organization dalam Winkel (1991) disebutkan : Sehat adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik,mental dan social secara penuh dan bukan semata-mata berupa absensinya penyakit atau keadaan lemah tertentu. Dedinisi ini memberikan gambaran yang luas dalam keadaan sehat,mencangkup berbagai aspek sehingga diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup. dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.
Menurut pengertian para ahli:
1. Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa: “Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.
2. Menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan individu tersebut.
3. Zakiah Darodjat, terhindarnya seseorang dari gejala-gejala ganggun dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.
4. Allport, manusia sehat adalah manusia yang mencapai kematangan.
5. Maslow, manusia sehat adalah manusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya dan mencapai kebahagiaan.
Kesehatan mental adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis dan dimiliki oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok maupun masyarakat luas sehingga yang sehat baik secara mental maupun secara sosial. Sikap hidup individu yang sehat dan normal adalah sikap yang sesuai dengan norma dan pola hidup kelompok masyarakat, sehingga ada relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan.
C. Ciri ciri Kesehatan Mental
Ciri-ciri kesehatan mental dikelompokkan kedalam enam kategori, yaitu:
1. Memiliki sikap batin (Attitude) yang positif terhadap dirinya sendiri.
2. Aktualisasi diri
(kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan yang terbaik dari yang dia bisa.)
3. Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi psikis yang ada
4. Mampu berotonom terhadap diri sendiri (Mandiri)
5. Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada
6. Mampu menselaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri. (Jahoda, 1980).
7. Memiliki persepsi yang akurat terhadap
realita,termasuk melihat realita sebagaimana adanya.
8. Tidak menyangakal hal-hal buruk yang terjadi di masa lalunya dan masa kini.
9. Memiliki penguasaan terhadap situasi, termasuk mempunyai kontrol diri di dalam mengasihi orang lain, di dalam pekerjaan termasuk dalam bersahabat dengan orang lain.
D. Gangguan Kesehatan Mental
Bagi penderita gangguan mental / psychoneurosis, masih menghayati realitas , masih hidup dalam alam pada umumnya. ia masih merasakan kesukaran-kesukaran sebenarnya ia tidak dapat atau kurang dapat mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungan serta belum kuat atau tidak kuat kata hatinya. Itulah sebenarnya ia mencari jalan keluar untuk melarikan diri dari kekecewaan atau penderitaan menjadi Psychoneorosis, dijelaskan beberapa macam gangguan mental, yaitu :
1. Histeria
Sebenarnya tidak ada dasar fisik atau organis, tetapi si penderita betul-betul merasa sakit kadang-kadang dapat berupa kelumpuhan. Seperti gangguan mental lainnya, perasaan tertekan, gelisah, cemas dan sebagainya. Gejala-gejala tersebut dapat terlihat seperti gejala fisik atau gejala mental. Gejala-gejala yang berhubungan dengan fisik antara lain :
a. Lumpuh Histeria
Lumpuh pada salah satu anggota badan, biasanya terjadi secara tiba-tiba dan sebelumnya tidak terasa apa pun.
b. Kram Histeria
Penyakit ini terjadi karena rasa bosan menghadapi pekerjaan dan mengalami perasaan yang tertekan. Karena mengalami tekanan bathin karena karyana di cela dan mengalami kram histeria apabila sedang menjalankan tugasnya, dan apabila mengerjakan hal -hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan sebelumnya mereka menjadi sembuh atau tidak merasakan kram histeria.
c. Kejang histeria
Penyakit yang datangnya secara tiba-tiba, kejang atau kaku diseluruh tubuh dan tidak sadar kadang-kadang sangat berat dan disertai teriakan-teriakan dan keluhan tetapi tidak mengeluarkan air mata. Kejadian ini biasanya terjadi pada siang hari, hanya beberapa menit, dapat juga beberapa hari lamanya. Penyakit ini terjadi biasanya setelah mengalami perasaan yang tersinggung, sehingga ia merasa tertekan, sedih dan menyesal.
d. Mutism
Kesanggupan berbicara hilang, ada dua macam yaitu : 1) tidak dapat berbicara dengan suara keras, 2) tidak dapat berbicara sama sekali. Biasanya terjadi karena tekanan perasaan, putus asa, cemas, merasa hina dan sebagainya. Sedangkan alat-alat bicara biasanya tidak mengalami cedera apapun atau normal.
2. Psikosomatisme
Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu ” psycho” yang artinya pikiran dan “soma” yang artinya tubuh. Psikosomatis dalam dunia medis yaitu merupakan suatu penyakit yang mula-mula dipengaruhi oleh faktor kejiwaan (psikologis), kemudian berjalannya waktu sehingga menjadi penyakit fisik. Konflik psikis merupakan sebab bermacam macam penyakit fisik. Penyakit fisik yang telah ada semakin parah. Bentuk pola Simtom psikosomatisme klasik diantaranya, sebagai berikut
a. Tukak lambung, adanya luka pada lambung
Emosi yang negatif dapat merangsang produksi dan lambung secara berlebihan, lambung mengadakan pencernaan pada dirinya sehingga timbul luka pada dinding lambung.
b. Anorexia nervosa, adanya gangguan makan
Enggan makan atau bila makan terus muntah, sehingga kurus kering. Penderita biasanya memiliki pandangan dirinya terlalu gemuk sehingga melakukan diet sehingga menantara galami konflik batin.
Gejala yang berhubungaan dengan mental , antara lain :
a. Amnesia , hilang ingatan
Suatu keadaan yang tiba-tiba menimpa orang-orang menjadi hilang ingatan atau lupa terhadap kejadian-kejadian tertentu,atau terhadap segala sesuatu bahkan namanya sendiri.Amnesia juga disebut kondisi terganggunya daya ingat. Penyebabnya berupa organic dan fungsional. Penyebab organic dapat berupa kerusakan otak, akbat terauma atau penyakit. Penyebab fungsional adalah seperti, mekanisme pertahanan ego.
b. Fugrue ,berkelana secara tidak sadar
Fugue adalah bentuk gangguan mental disertai keinginan kuat untuk mengembara atau meninggalkan rumah karena amnesia. Seseorang yang mengalami fugue itu pergi mengelana tanpa tujuan, dan tidak tau mengap ia pergi. Gangguan ini muncul sesudah individu mengalami stress atau konflik yang berat,misalnya pertengkaran rumah tangga, mengalami penolakan, kesulitan dalam pekerjaan dan keuangan, perang atau bencana alam .
Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia disosiatif.
c. Kepribadian Ganda
Penderita mempunyai dua atau lebih kepribadian. Masing-masing memiliki proses perasaan dan pikiran yang cukup stabil, sedang perbedaannya biasanya mencolok. Misalnya kepribadian yang satu dan yang lainmungkin hanya beberapa menit atau beberapa mtahun. Disebabkan adanya dorongan-dorongan yang saling bertentangan, terjadi konflik. Selama penderita mengalami, satu kepribadian tak teringan tentang kejadian pada kepribadian yang lain meskipun hanya beberapa menit. kepribadian ganda dapat didefinisikan sebagai kelainan mental dimana seseorang yang mengidapnya akan menunjukkan adanya dua atau lebih kepribadian (alter) yang masing-masing memiliki nama dan karakter yang berbeda.
Mereka yang memiliki kelainan ini sebenarnya hanya memiliki satu kepribadian, namun si penderita akan merasa kalau ia memiliki banyak identitas yang memiliki cara berpikir, temperamen, tata bahasa, ingatan dan interaksi terhadap lingkungan yang berbeda-beda.
Walaupun penyebabnya tidak bisa dipastikan, namun rata-rata para psikolog sepakat kalau penyebab kelainan ini pada umumnya adalah karena trauma masa kecil.
d. Kepribadian Sosiopatik
Penderita mengalami keterlambatan perkembangan moral, tidak mampu mencontoh perbuatan yang diterima masyarakat, kurang mampu bermasyarakat cenderung antisosial, termasuk psikopat. Biasanya memiliki ciri cerdas, spontan dan mengesankan, emosinya relatif sulit dibangkitkan, sehingga kurang memiliki rasa takut dan senang mencari tantangan, tapi cara yang ditempuh kurang tepat, hal ini sebagai penyebab bawaan. Penyebab lain pada waktu kecil mengalami keterlambatan kehidupan emosinya, perlakuan yang tidak konsisten. Misalnya latar belakang keluarga yang retak. Dari segi sosio cultural sebagai akses dari suasana materialistik, hedonistik, dan kompetitif dari masyarakat modern.
e. Depersonalisasi
Penderita mengalami kehilangan rasa diri , terjadi secara tiba-tiba dan menjadi orang lain, orang yang berbeda dengan dirinya, merasa terlepas dari tubuhnya. Hal ini terjadi karena mengalami stres berat akibat situasi tertentu atau kejadian tertentu. Misalnya kecelakaan, penyakit atau peristiwa-peristiwa traumatik.
f. Somnabulisme, melakukan sesuatu dalam keadaan tidur
Somnabulisme adalah mimpi yang hidup, dan aktivitas fisik yang terjadi selama tidur, sejumlah gerakan diluar kesadaran dan tidak dapat diingat kembali. Bisa terjadi selama tidur, hal ini lebih sering terjadi pada anak-anak. Misalnya main piano, menjahit, mengendarai mobil dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk Somnabulisme itu :
Monodeic, suatu ide dengan bentuk yang sama.
Polydeic , berbeda-beda dalam waktu yang berlainan.
Orang atau anak yang mengalami somnabolism ini, karena dikuasai oleh sejumlah pikiran dan kenangan yang berhubungan satu sama lain. Meskipun dalam keadaan tidur ia dapat mengingan keadaan sekitarnya yaitu letak pintu, jendela, meja, kursi dan sebagainya.
3.Psychasthenia
Penderita psychasthenia merasa tidak senang, selalu diganggu dan dikejar-kejar, mimipi yang menakutkan, sering mengalami kompulsion (dorongan paksaan) untuk berbuat sesuatu. Sebenarnya penderita kurang mempunyai kemampuan untuk tetap dalam keadaan integrasi yang normal, repression (penekanan) terhadap pengalaman yang telah lalu.
6. Neurasthenia
Penderita neurasthenia selalu merasa lelah , lesu yang sangat. Sering pla disebut penyakit payah, meskipun sebenarnya fisiknya tak terdapat penyakit apapun. Ia sangat sensitif terhadap cahaya, suara. Detik jam kadang-kadang menyebabkan tidak dapat tidur, kepala pusing, selalu gelisah, merasa mempunyai berbagai penyakit, dan takut akan mati. Menginginkan belas kasihan dari orang lain.
Sebab-sebab neurasthenia ini antara lain : Kesusahan dan kekurangan pekerjaan, defence mekanisme yang salah
7. Tiks (tics)
Dengan gerakan-gerakan tics yang bersangkutan merasa lega, enak (vegetatif). Macam-macam gerakan seperti dipaksakan. Gerakan habitual sekelompok kecil otot-otot tertentu. Dimana tics itu sendir berarti gerakan otot yang dilakukan secara tidak sadar, misalnya berkedip-kedip, mengerutkan dahi, menggerakkan hidung, menggelengkan kepala dan lain-lainnya. Penderita menyadari perbuatannya tetapi tidak berusaha menahannya. Sebab-sebab tiks antara lain: perasaan tegang dalam menghadapi sesuatu,pengalaman yang menakutkan, mengalami kelelahan, personalitas terganggu.
8. Kelainan seksual
Yang dimaksud kelainan dalam uraian buku ini bukan karena adanya patologi fisiologis, melainkan karena kesalahan dalam penyesuaian psikoseksual dan proses belajar yang keliru terhadap permasalahan seks, terjadi miskonsepsi.
Kelaiana-kelainan seksual itu antara lain :
1. Otoerotisme (perangsangan sendiri terhadap alat kelamin)
2. Homoseksual atau lesbian (berhubungan itim antar sesama jenis)
3. Sadisme (hubungan seks wajar antara pria dan wanita, tapi yang bersangkutan baru merasakan kepuasan seks kalau dapat menimbulkan kesakitan fisik atau psikis orang yang dicintai)
4. Fetishisma (pemuasan seksual yang ditmbulkan karena melihat atau tersentuh dengan barang atau benda-benda dari lain jenis misalnya pakaian dalam)
5. Pedofilia (orang dewasa yang ingin berhubungan dengan anak, tanpa menghiraukan jenis kelamin)
6. Transvetitisme (pemuasan seksual yang diperoleh dengan berpakaian dan menyamar sebagai jenis kelamin lain)
7. Exhibisionisme (pemuasan seksual yang diperoleh dengan menunjukkan alat kelamin kepada jenis kelamin lain)
8. Voyeuresma ( mencapai kepuasan seksual karena mengintip secara sembunyi-sembunyi pasangan yang sedang berhubungan seks, juga pemuda mengintip wanita yang sedang melepas pakaian)
9. Masochisme (menikmati kepuasan seksual pada waktu mengalami sakit pada diri sendiri)
10. Incest (hubungan seksual antar anggota keluarga)
11. Perkosaan (hubungan pria wanita, namun berdasarkan paksaan)
12. Nekrofilia (Menyukai mayat sebagai objek seks)
13. Zoophilia (Menyalurkan hasrat seksualnya dengan binatang)
14. Menyukai benda-benda sebagai objek seks (menikah dengan tembok)
E. Agama dan Kesehatan Mental
1. Manusia dan Agama
Psikologi agama merupakan salah satu bukti adanya perhatian khusus para ahli pskologi terhadap peran agama dalam kehidupan dan kejiwaan manusia. Pendapat yang paling ekstrem pun tentang hal itu masih menunjukkan batapa agama sudah dinilai sebagai bagian dari kehidupan pribadi manusia yang erat kaitannya dengan gejala-gejala psikologis. Dalam beberapa bukunya Sigmun Freud yang dikenal sebagai pengembang psikoanalisis mencoba mengungkapkan hal itu. Agama menurut Freud tampak pada prilaku manusia sebagai sebagai simbolisasi dari kebencian terhadap ayah yang direfleksi dalam bentuk rasa takut kepada Tuhan.
Secara psikologis, agama adalah ilusi manusia. Manusia lari kepada agama karena rasa ketidak berdayaan menghadapi bencana. Dengan demikian, segala bentuk prilaku keagamaan merupakan prilaku manusia yang timbul dari dorongan agar dirinya terhindar bahaya dan dapat memberikan rasa aman. Untuk keperluan itu manusia menciptakan Tuhan dalam pemikirannya.
Kegiatan keagamaan menjadi faktor penguat sebagai prilaku yang meredakan ketegangan. Lembaga-lembaga termasuk lembaga keagamaan, bertugas menjaga dan mempertahankan perilaku atau kebiasaan masyarakat. Manusia menanggapi tuntutan yang terkandung dalam lembaga itu dan ikut melestarikan lewat cara mengikuti aturan-aturan yang telah baku.
Prilaku keagamaan menurut pandangan Behaviorisme erat kaitannya dengan prinsip reinforcement (reward and punishment). Manusia berprilaku agama karena didorong oleh rangsangan hukuman dan hadiah. (pahala). Manusia hanyalah sebuah robot yang bergerak secara mekanis menurut pemberian hukuman dan hadiah.
2. Agama dan Kesehatan Mental
Agama tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan kelihatannya sulit dilakukan, hal ini Karena manusia ternyata memiliki batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Zat yang gaib, ketundukan ini merupakan bagian dari intern manusia dalam psikologi kepribadian dinamakan pribadi (Self) ataupun hati nurani (conscience of man).
Orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam ruhani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman dan tenteram. Menurut H.C. Witherington, permasalahan kesehatan mental menyangkut pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat dalam lapangan psikologi, kedokteran, psikiatri, biologi, sosiologi, dan agama.
Beberapa temuan dibidang kedokteran dijumpai sejumlah kasus yang membuktikan adanya hubungan jiwa (psyche) dan badan (soma). Orang yang merasa takut, langsung kehilangan nafsu makan, atau buang-buang air. Atau dalam keadaan kesal dan jengkel, perut seseorang terasa menjadi kembung. Dibidang kedokteran dikenal beberapa macam pengobatan antaralain dengan menggunakan bahan-bahan kimia tablet, cairan suntik atau obat minum), electro-therapia (sorot sinar, getaran, arus listrik), (pijat), dan lainnya. Selain itu juga dikenal pengobatan tradisional seperti tusuk jarum (accupunctuur), mandi uap, hingga ke cara pengobatan perdukunan.
Sejak berkembang psikoanalisis yang diperkenalkan oleh Dr. Breuer dan S. Freud, orang mulai mengenal pengobatan dan hipotheria, yaitu pengobatan dengan cara hipnotis. Dan kemudian dikenal pula adanya istilah psikoterapi atau autotherapia (penyembuhan diri sendiri) yang dilakukan tanpa menggunakan bantuan obat-obatan biasa. Sesuai dengan istilahnya, maka psikoterapi dan autotherapia digunakan untuk menyembuhkan pasien yang menderita penyakit ganguan ruhani (jiwa). Usaha yang dilakukan untuk mengobati pasien yang menderita penyakit seperti itu, dalam kasus-kasus tertentu biasanya dihubungkan dengan aspek keyakinan masing-masing.
Sejumlah kasus menunjukkan adanya hubungan antara keyakinan dengan kesehatan jiwa atau mental tampaknya sudah disadari para ilmuan beberapa abad yang lalu. Misalnya, pernyataan “Carel Gustay Jung” diantara pasien saya setengah baya, tidak seorang pun yang penyebab penyakit kejiwaannya tidak dilatarbelakangi oleh aspek agama”.
Barangkali hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap kekuasaan Tuhan. Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif, seperti rasa bahagia, rasa sengang, puas, sukses, merasa dicintai, atau rasa aman. Dengan kata lain, kondisi yang demikian menjadi manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah kejadiannya, sehat jasmani dan ruhani.
BAB II
KONSEP PENYESUAIAN DIRI
Tujuan Khusus Perkuliahan:
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Untuk mengetahui pengertian konsep penyesuaian diri.
2. Untuk mengetahui pengertian dari perkembangan, kematangann dan penyesuaian diri.
3. Untuk mengetahui penentu psikologis pada penyesuaian diri.
Pembahasan
A. Pendahuluan
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)
Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.
Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat lain.
Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa di sana individu seakan-akan mendapattekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baiksecara moral, sosial, maupun emosional.
B. Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dan kesejahteraan dalam mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat. Penyesuaian sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki responss emosional yang tepat pada setiap situasi. Disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)
Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.
Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat lain.
Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa di sana individu seakan-akan mendapattekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baiksecara moral, sosial, maupun emosional.
C. Perkembangan, Kematangan, dan Penyesuaian Diri
1. Perkembangan
Perkembangan ( Development ) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan menyangkut adaanya proses difrensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk perkemabngan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
Perkembangan disini di artikan sebagai perubahan yang dialami oleh individu atau oganisme menuju tingkat kedewasaannya (matury) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik fisik maupun psikis.
Pertumbuhan dan perkembangan berjalan menurut norma-norma tertentu, walaupun demikian seorang anak dalam banyak hal tergantung kepada orang dewasa misalnya mengenai makanan, perawatan, bimbingan, perasaan aman, pencegahan penyakit dsb. Oleh karena itu semua orang yang mendapat tugas untuk mengawasi anak harus mengerti persoalan anak yang sedang tumbuh dan berkembang.
Contoh : Sikap perasaan dan emosi, minat, cita-cita dan kepribadian seseorang
2. Kematangan
Kematangan atau masa peka menunjukkan kepada suatu masa tertentu yang merupakan titik kulminasi (titik puncak) dari suatu fase pertumbuhan sebagai titik tolak kesiapan dari suatu fungsi untuk menjalankan fungsinya. (Hurlock, 1956)
3. Penyesuaian diri
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat. Penyesuaian sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki responss emosional yang tepat pada setiap situasi. Disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya.
D. Penentu Psikologis Pada Penyesuaian Diri
Banyak sekali faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuai diri, diantaranya adalah pengalaman, belajar, kebutuhan-kebutuhan, determinasi diri, dan frustrasi.
1. Pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaian diri. Pengalaman-pengalaman tertentu yang memiliki arti dalam penyesuaian diri adalah pengalaman menyenangkan dan pengalaman traumatik (menyusahkan). Pengalaman yang menyenangkan misalnya mendapatkan hadiah dalam satu kegiatan, cenderung akan menimbulkan proses penyesuaian diri yang baik, dan sebaliknya pengalaman traumatik akan menimbulkan penyesuaian yang kurang baik atau mungkin salah suai.
Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam penyesuaian diri, karena melalui belajar ini akan berkembang pola-pola respons yang akan membentuk kepribadian. Sebagian besar respons-respons dan ciri-ciri kepribadian lebih banyak yang diperoleh dari proses belajar dari pada secara diwariskan. Dalam proses penyesuaian diri merupakan suatu proses modifikasi tingkah laku sejak fase-fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayatdan diperkuat dengan kematangan.
2. Determinasi diri
Determinasi ini mempunyai peranan penting dalam proses penyesuaian diri karena mempunyai peranan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian diri. Keberhasilan atau kegagalan penyesuaian diri akan banyak ditentukan oleh kemampuan individu dalam mengarahkan dan mengendalikan dirinya. Meskipun sebetulnya situasi dan kondisi tidak menguntungkan bagi penyesuaian dirinya.
3. Konflik dan penyesuaian
Tanpa memperhatikan tipe-tipe konflik, mekanisme konflik secara esensial sama yaitu pertentangan antara motif-motif. Efek konflik pada prilaku akan bergantung sebagian ada sifat konflik itu sendiri. Ada beberapa pandangan bahwa bahwa semua konflik bersifat menggangu atau merugikan. Namun dalam kenyataan ada juga seseorang yang mempunyai banyak konflik tanpa hasil-hasil yang merusak atau merugikan. Sebenarnya ada beberapa konflik dapat bermanfaat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan. Cara seseorang mengatasi konfliknya dengan meningkatkan usaha kearah pencapaian tujuan yang menguntungkan secara sosial. Atau mungkin sebalikuya ia memecahkan konflik dengan melarikan diri, khususnya ke dalam gejala-gejala neurotis.
E. Ruang Lingkungan sebagai penentu penyesuaian diri
Berbagai lingkungan anak seperti keluarga dan pola hubungan didalamnya, sekolah, masyarakat, kultur, dan agama berpengaruh terhadap penyesuaian diri anak.
1. Pengaruh rumah dan keluarga
Dari sekian banyak faktor yang mengkondisikan penyesuaian diri. Faktor rumah dan keluarga merupakan faktor yang sangat penting. Kerena keluarga merupakan satuan kelompok sosial terkecil. Interaksi sosial yang pertama diperoleh individu adalah dalam keluarga. Kemampuan interaksi sosial ini kemudian akan dikembangkan di masyarakat.
2. Hubungan orang tua dan anak
Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri anak-anak. Beberapa pola hubungan yang dapat dipengaruhi penyesuai diri antara lain :
1. Menerima (acceptance),
2. Menghukum dan disiplin yang berlebihan,
3. Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan.
4. Penolakan.
5. Hubungan saudara
Suasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif, saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik, sebaliknya suasana permusuhan, perselisihan, iri hati, kebencian, dan sebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan penyesuaian diri.
3. Masyarakat
Keadaan lingkungan masyarakat dimana individu berada merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penguasaan diri. Kondisi studi menunjukan bahwa banyak gejala tingkah laku salah suai bersumber dari keadaan masyarakat. Pergaulan yang salah dikalangan remaja dapat mempengaruhi pola-pola penyesuaian dirinya.
4. Sekolah
Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan moral para siswa. Suasana disekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri. Disamping itu, hasil pendidikan yang diterima anak disekolah eken merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri di masyarakat.
F. Kultur Dan Agama sebagai penentu penyesuaian diri
Proses penyesuaian diri anak mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kultur dan agama. Lingkungan kultur dimana individu berada dan berinteraksi akan menetukan pola-pola penyesuaian dirinya. Contohnya tata cara kehidupan disekolah, dimesjid, gereja, dan semacamnya akan mempengaruhi bagaimana anak menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya.
Agama memberikan suasana psikologis tentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainya. Agama juga memberikan suasana damai dan tenang bagi anak. Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan dan kestabilan hidup umat manusia.
G. Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Remaja
Di antara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua. Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua dan suasana psikologis dan sosial dalam keluarga. Contoh : Sikap orang tua yang menolak. Penolakan orangtua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, penolakan mungkin merupakan penolakan tetap sejak awal, dimana orang tua merasa tidak senang kepada anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak menghadaki kehadirinya.
Boldwyn dalam Dayajat (1983) mengilustrasikan seorang bapak yang menolak anaknya berusaha menundukan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan, karena itu ia mengambil ukuran kekerasan dan mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata. Jenis kedua dari penolakan adalah dalam bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan anak. Contohnya orang tua memberikan tugas kepada anaknya berbarengan dengan rencana anaknya untuk pergi nonton bersama dengan sejawatnya.
Hasil dari kedua macam penolakan tersebut ialah remaja tidak dapat menyesuaikan diri, cenderung menghabiskan waktunya diluar rumah. Terutama pada gadis-gadis mungkin akan terjadi perkawinan yang tidak masuk akal dengan pemikiran bahwa rumah di luar tangganya lebih baik dari pada rumahnya sendiri. Disamping itu, sikap orang tua yang memberikan perlindungan yang berlebihan akibatnya juga tidak baik.
Sikap orang tua yang otoriter, yaitu yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja juga akan menghambat prosedur penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha untuk menentang kekuasaan ortu dan pada gilirannya ia akan cenderung otoriter terhadap teman-temanya dan cenderung menentang otoritas yang ada baik di sekolah maupun di masyarakat.
Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja yang hidup didalam rumah tangga yang retak, mengalami masalah emosi. Tampak padanya ada kecendrungan yang besar untuk marah, suka menyindir, disamping kurang kepekaan terhadap penerimaan sosial dan kurang mampu menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar.
H. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri
Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu:
penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua
aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut
1. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari
kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya. Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Mengangap inilah yang
menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
2. Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik mempelajari berbagai keterampilan sosial seperti kemampuan untuk menjalin hubungan secara diplomatis dengan orang lain baik teman maupun orang yang tidak dikenal, sehingga sikap orang lain terhadap mereka menyenangkan. Biasanya orang yang berhasil
melakukan penyesuaian sosial dengan baik mengembangkan sikap sosial yang menyenangkan, seperti kesediaan untuk membantu orang lain, meskipun mereka sendiri mengalami kesulitan. Mereka tidak terikat pada diri sendiri.
I. Pembentukan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai. Penyesuaian yang terjadi jika manusia/individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirnya dengan lingkungannya dimana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan dimana semua fungsi organisme/individu berjalan normal. Sekali lagi, bahwa penyesuaian yang sempurna itu tidak pernah dapat dicapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat sutau proses sepanjang hayat (lifelong process), dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
Respons penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai sutau upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara kondisi-kondisi keseimbangan sutau proses kearah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan, dan frustasi dan individu didorong meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari tegangan. Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabila dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.
Karakteristik Penyesuaian Diri
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karen kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya. Dalam hubungannya dengan rintangan-rintangan tersebut ada individu-individu yang dapat melakukan penyesuaian diri secara positif, namun adapula individu-individu yang melakukan penyesuaian diri yang salah. Berikut ini akan ditinjau karakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah.
1. Penyesuaian Diri secara Positif
Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut :
1. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional,
2. Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis,
3. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi,
4. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri,
5. Mampu dalam belajar,
6. Menghargai pengalaman,
7. Bersikap realistik dan objektif.
Melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukan dalam berbagai bentuk, antara lain:
1. Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung,
2. Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan),
3. Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba,
4. Penyesuaian dengan substansi (mencari pengganti),
5. Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri,
6. Penyesuaian dengan belajar,
7. Penyesuaian dengan inhibis dan pengendalian diri,
8. Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat.
Latihan:
BAB III
KONSEP-KONSEP STRESS
Tujuan Khusus Perkuliahan:
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mampu menjelaskan pengertian stress.
2. Menjelaskan pengertian stress kerja.
3. Mampu Menyebutkan dan menjelaskan faktor-faktor penyebab stress kerja.
4. Menyebutkan dan menjelaskan model stress dalam pekerjaan.
Pembahasan
A. Pendahuluan
Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Sering kali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat dipenuhi dengan segera. Selain itu manusia juga sering dihadapkan pada dua pilihan atau bahkan lebih, kepentingan dan kesempatan yang berbeda, tapim dating pada saat yang bersamaan. Ini yang kemudian disebut sebagai masalah dan persoalan. Kondisi mental dan emosional seseorang tergantung pada situasi dan kondisi yang tengah dihadapi.
Era kehidupan modern seolah menjadikan manusia sebagai objek yang dituntut selalu bekerja keras. Mobilitas dipertaruhkan untuk mencapai setiap tujuan. Tak hanya tenaga yang terkuras, tapi juga pikiran. Dan pada saatnya akan sampai pada titik yang membuat seseorang dihampiri hal-hal yang mengganggu kondisi fisik serta kehilangan kejernihan berpikir.
Sepanjang hidupnya, manusia tidak akan luput dari persoalan, dari persoalan-persoalan tersebut manusia akan berusaha untuk mencari cara untuk menyelesaikan permasalahannya tersebut. Dengan persoalan-persoalan yang Ia miliki, manusia akan menjadi lebih dewasa dan bijaksana dalam menghadapi setiap permasalahan.
Namun, tidak semua orang mampu menyelesaikan masalah yang ada, sebagian orang ada pula yang memilih untuk menunda atau mengabaikan persoalan yang ada, padahal masalah tersebut sudah menanti untuk diselesaikan. Bila masalah yang ada dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan masalah baru yang bahkan bisa mengganggu kesejahteraan individu yang bersanguktan.
B. Pengertian Stress
Dari sudut pandang ilmu kedokteran, menurut Hans Selye seorang fisiologi dan pakar stress yang dimaksud dengan stress adalah suatu respon tubuh yang tidak spesifik terhadap aksi atau tuntutan atasnya. Dari sudut pandang psikologis stress didefinisikan sebagai suatu keadaan internal yang disebabkan oleh kebutuhan psikologis tubuh atau disebabkan oleh situasi lingkungan atau sosial yang potensial berbahaya, memberikan tantangan, menimbukan perubaha-perubahan atau memerlukan mekanisme pertahanan seseorang. Dari pengertian di atas, ada pula beberapa definisi stress menurut beberapa ahli, diantaranya:
1. Lazarus dan Folkman
Stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan, dll) atau diakibatkan kondisi lingkumgan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untik melakukan coping.
2. Rice
Mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang.
3. Atkinson
Mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang.
4. (Handoko, 1997:200).
Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang
5. Menurut Robbins (2001:563)
Stres juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang.
6. Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63)
Menyebutkan bahwa stres tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Pada tingkat tertentu sebenarnya kita memerlukan stress. Stress yang optimal akan membuat motivasi menjadi tinggi, orang menjadi lebih bergairah, daya tangkap dan persepsi menjadi tajam, menjadi tenang, dan lain-lain. Adapun stress yang terlalu rendah akan mengakibatkan kebosanan, motivasi menjadi turun, sering bolos, dan mengalami kelesuan. Sebaliknya stress yang terlalu tinggi mengakibatkan insomnia, lekas marah, meningkatnya kesalahan, kebimbangan, dan lain-lain.
Stress juga harus dibedakan dengan stresor. Stresor adalah sesuatu yang menyebabkan stress. Stress itu sendiri adalah akibat dari interaksi (timbale-balik) antara rangsangan lingkungan dan respon individu. Gejala maupun akibat stress bisa bervariasi antar individu, umumnya mencakup akibat subjektif, perilaku, kognitif, fisiologis, dan keorganisasian. Wanita memiliki gejala yang berbeda dengan pria ketika mengalami stress karena memiliki struktur biologi yang berbeda. Selain itu faktor budaya juga membawa dampak pada perbedaan akibat stress pada wanita dan pria.
Mengatasi stress bisa dilakukan dengan cara mengelola istirahat dan olah raga secara teratur, relaksasi, meditasi, dan mengubah sikap hidup yang negative menjadi lebih positif.
C. Pengertian Stress Kerja
Siapapun atau bahkan sebagian orang pernah mengalami yang namanya stress kerja. Sesuatu yang kita kerjakan dengan terus menerus pasti akan menimbulkan kebosanan sehingga lama-lama menimbulkan stress. Ada beberapa pendapat mengenai definisi dari stress kerja, yaitu antara lain:
1. Menurut Anwar (1993:93)
Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya.
2. Beehr dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002:17),
Mendefinisikan stres kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.
3. Yoder dan Staudohar (1982 : 308)
Mendefinisikan Stres Kerja adalah Job stress refers to a physical or psychological deviation from the normal human state that is caused by stimuli in the work environment. yang kurang lebih memiliki arti suatu tekanan akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu berasal dari lingkungan pekerjaan tempat individu tersebut berada.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan.
D. Faktor – Faktor Penyebab Stress Kerja
Menurut (Robbin, 2003, pp. 794-798) penyebab stres itu ada 3 faktor yaitu:
1. Faktor Organisasi
Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Dari beberapa contoh diatas, penulis mengkategorikannya menjadi beberapa faktor dimana contoh-contoh itu terkandung di dalamnya, yaitu:
a. Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar.
b. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu.
Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu3.Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain.
c. Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber stres.
2. Faktor Lingkungan
Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan. Yaitu:
a. Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi.
b. Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang tidak puas dengan keadaan mereka.
c. Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka hotel pun menambah peralatan baru atau membuat sistem baru.
d. Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-orang Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stres.
3.Faktor Individu
Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan.
a. Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga.
b. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja.
c. Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang.
Menurut Davis dan Newstrom (dalam Margiati, 1999:73) stres kerja disebabkan:
1. Adanya tugas yang terlalu banyak.
2. Supervisor yang kurang pandai.
3. Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan.
4. Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai.
5. Ambiguitas peran
6. Perbedaan nilai dengan perusahaan.
7. Frustrasi.
8. Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal tersebut tidak umum.
9. Konflik peran.
E. Model Stress dalam Pekerjaan
1. Role ambiguity and role conflict (kekaburan peran dan konflik peran).
Role ambiguity atau kekaburan peran adalah suatu kesenjangan antara jumlah informasi yang dimiliki seseorang dengan yang dibutuhkannya untuk dapat melaksanakan perannya dengan tepat (Brief et al. dalam Nimran, 1999:86).
2. Work Overload (kelebihan beban kerja)
Work overload atau kelebihan beban kerja oleh French & Caplan (dalam Nimran, 1999:89) dibedakan dalam quantitative overload dan qualitative overload. Menurut istilah mereka yang bersifat kuantitatif adalah "having too much to do", sedangkan yang bersifat kualitatif yang disebutkan sebagai "too difficult."
3. Pekerjaan Berisiko Tinggi.
Ada jenis pekerjaan yang beresiko tinggi, atau berbahaya bagikeselamatan, seperti pekerjaan di pertambangan minyak lepas pantai,tentara, pemadam kebakaran, pekerja tambang, bahkan pekerjacleaning service yang biasa menggunakan gondola untuk membersihkan gedung-gedung bertingkat.
I. Jurnal Relevan
Hubungan Antara Sumber Stres Dan Stres Pelajar
Berdasarkan analisis korelasi Pearson yang telah dijalankan, kajian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara sumber stres keseluruhan dan stres pelajar. Selain itu, terdapat empat subskala sumber stres juga berhubung secara positif dan signifikan dengan stress pelajar iaitu sumber perkembangan fizikal, akademik, pensyarah, dan rakan. Korelasi positif yang signifikan ini mengesahkan bahawa semakin banyak sumber stres yang dialami maka semakin tinggi stres yang dirasai oleh pelajar universiti. Namun dalam konteks kajian ini, didapati lebih ramai pelajar mengalami stres pada tahap sederhana berbanding stres pada tahap tinggi. Hasil yang diperolehi dalam kajian ini selari dengan kajian yang telah dilakukan oleh Abouserie (1994), Diane dan Misty (1997), Bojuwoye (2002), Mahadir, Shazli Ezzat, Normah dan Ponnusamy (2004), Najib, Che Su, Zarina dan Suhanim (2005), dan Najeemah (2005). Menurut Suriani dan Suraini (2005), universiti merupakan fasa transisi bagi pelajar setelah pelajar tamat pengajian di peringkat sekolah menengah atas, matrikulasi atau diploma. Keadaan di universiti adalah berlainan dengan keadaan semasa berada di pangkuan keluarga. Pelajar perlu menghadiri kuliah sehingga waktu malam serta aktif dalam beberapa aktiviti di universiti iaitu sesetengah aktiviti dijalankan berterusan sehingga ke hujung minggu. Kerja-kerja kursus mesti disiapkan dalam jangkamasa yang ditetapkan selain ujian dan peperiksaan.
Situasi sebegini boleh menimbulkan stres dalam kalangan pelajar universiti. Melalui kajian yang telah dilakukan, Suriani dan Suaraini mendapati sumber stres akademik merupakan punca utama pelajar mengalami stres. Misalnya pelajar menyatakan mereka tidak cukup masa mengulangkaji, tidak dapat memberi tumpuan pada pelajaran, terlalu banyak tugasan, dan sukar memahami subjek yang diajar. Selain itu, sumber stres yang melibatkan pensyarah pula mendapati pelajar sering dikritik oleh pensyarah ketika kuliah, pensyarah tidak memberikan layanan adil dan pensyarah sering mencari kesalahan pelajar. Hasil kajian Suriani dan Suraini (2005) selari dengan hasil kajian pengkaji yang mendapati sumber stres akademik seperti tidak sempat melakukan tugasan yang diberi apabila tiba di rumah/ asrama/kolej, menghadapi masalah dalam memahami apa yang diajar sewaktu dalam kuliah dan merasa risau dengan pencapaian akademik adalah merupakan sumber stres yang dialami pelajar universiti. Menurut Suriani dan Suraini lagi, keadaan ini berlaku mungkin disebabkan pelajar telah didedahkan dengan sistem pelajar yang mengutamakan pencapaian akademik sejak berada disekolah menengah dan terbawa-bawa hingga ke peringkat universiti. Ditambah lagi dengan tugasan yang diberikan oleh pensyarah, sikap pensyarah yang terlalu garang dan pilih kasih menyebabkan timbulnya stres dalam kalangan pelajar. Kedua-dua sumber stres ini berhubung secara positif dan signifikan dengan stres pelajar. Selain stres yang dialami pelajar berkait dengan sumber stres akademik dan pensyarah, sumber stres bagi aspek perubahan fizikal seperti pelajar merasakan mereka tidak cantik/ segak, merasa rimas dengan perubahan fizikal badan, merasa badan terlalu gemuk, masalah jerawat dan risau dengan berat badan juga merupakan sumber stres pelajar yang utama dalam kajian ini.
Kajian turut mendapati stres pelajar berkait dengan sumber stres rakan. Hasil kajian ini juga selari dengan kajian Mazni, Mohammad Haji-Yusuf dan Sapora (2004) dan Suriani dan Suraini (2005) yang mendapati pelajar yang merasa mereka terlalu kurus atau gemuk, terlalu rendah atau tinggi, dan merasa risau dengan kecantikan wajah boleh menyebabkan timbulnya stres dalam diri mereka. Kajian pengkaji turut mendapati stres pelajar berkait dengan sumber stres daripada rakan. Sumber stres bagi rakan yang dimaksudkan ialah seperti tidak disukai oleh rakan, rakan tidak ambil peduli Jurnal Kemanusiaan bil.13, Jun 2009 dan tidak memberi sokongan dan pertolongan, kehilangan rakan rapat dan rakan yang sering membuat kritikan. Situasi sebegini juga boleh menimbulkan stres dalam kalangan pelajar. Dapatan ini juga selari dengan dapatan kajian Suriani dan Suraini (2005) yang mendapati ada pelajar yang sukar menyesuaikan diri dengan rakan, tidak disukai rakan berlainan jantina, disisih oleh rakan, rakan tidak memberi sokongan moral ketika menghadapi masalah dan kehilangan kawan rapat. Buhrmester (1989) (dlm. Yahaya, Fatimah, NorBa’yah dan Azaman, 2005) mendapati remaja yang tiada rakan sebaya yang rapat lebih melaporkan perasaan perseorangan (loneliness) dan lebih mengalami kemurungan serta mempunyai penghargaan kendiri yang rendah. Remaja yang ditolak rakan sebayanya pula akan memandang dirinya sebagai seorang yang tidak baik dan banyak kelemahan. Kelemahan ini boleh menyebabkan diri tidak diterima oleh rakannya. Jelas menunjukkan sumber stres bagi aspek perkembangan fizikal pelajar didapati lebih banyak dialami pelajar dan diikuti dengan sumber stres bagi aspek akademik, pensyarah dan rakan. Dapatan ini juga selari dengan beberapa pengkaji lalu yang menunjukkan terdapat hubungan antara sumber stres dan stres pelajar. Justeru, bagi menangani situasi stres yang dialami pelajar, peranan strategi daya tindak adalah amat penting bagi mengurangkan stres yang dialami. Perbincangan seterusnya akan menyentuh peranan strategi daya tindak sebagai perantara bagi hubungan antara sumber stres dan stres dalam kalangan pelajar universiti.
Peranan strategi daya tindak sebagai perantara bagi hubungan antara sumber stres dan stress pelajar
Keputusan kajian menunjukkan strategi daya tindak keseluruhan dapat bertindak sebagai perantara yang signifikan bagi hubungan antara sumber stres dan stres pelajar universiti. Berdasarkan hasil analisis deskriptif kajian mendapati pelajar universiti lebih kerap menggunakan strategi daya tindak istirahat (Relaxing), memberi fokus kepada penyelesaian masalah, sokongan kerohanian (Spiritual Support), mendapatkan sokongan sosial dan berkongsi masalah dengan rakan rapat. Hasil analisis deskriptif pengkaji menunjukkan seramai 182 orang (82.0%) pelajar selalu menggunakan strategi daya tindak istirahat iaitu dengan mencari jalan untuk beristirahat seperti mendengar muzik, membaca buku, bermain alat musik dan menonton televition. Bagi strategi penyelesaian masalah pula, kajian mendapati seramai 164 orang (73.9%) pelajar selalu berusaha untuk menyelesaikan perkara yang menjadi penyebab kepada masalah yang dialami sementara 163 orang (73.1%) pelajar lagi menyelesaikan masalah dengan baik mengikut kemampuan mereka. Dapatan pengkaji juga menunjukkan bahawa strategi daya tindak berbentuk sokongan kerohanian juga sering digunakan oleh pelajar. Hasil analisis deskriptif mendapati seramai 173 orang (77.5%) pelajar sering berdoa supaya Tuhan melindungi mereka dan seramai 171 orang (77.0%) pelajar lagi berdoa memohon pertolongan dan petunjuk supaya masalah yang dihadapi semuanya akan menjadi baik. Banyak kajian menunjukkan strategi daya tindak boleh bertindak sebagai perantara dalam hubungan antara sumber stres dan stres pelajar. Linn dan McGranahan (1980) (dlm. Yahaya, Fatimah, NorBa’yah dan Azaman, 2005) mendapati bahawa kesan kekerapan perbualan dengan rakan-rakan yang berperanan sebagai perantara antara masalah kesihatan ke atas kepuasan hidup. Sinha, Willson dan Watson (2000) juga mendapati daya tindak kawalan kendiri (Min = 18.02), penilaian semula secara positif (Min = 17.73) dan sokongan sosial (Min = 15.46) merupakan antara daya tindak yang kerap digunakan oleh seramai 225 orang pelajar tahun satu prasiswazah universiti di India dan Kanada. Hasil analisis deskriptif juga selari dengan dapatan kajian Linn dan Mc Granahan dan Sinha, Willson dan Watson yang menunjukkan lebih separuh iaitu seramai 130 orang (58.5%) pelajar telah mendapatkan sokongan daripada orang lain terutamanya daripada ibu bapa dan rakan dalam menangani stres dan masalah kehidupan yang dialami. Selain sumber stres, strategi daya tindak dan stress yang dialami pelajar university mendapatkan sokongan, seramai 127 orang (57.0%) pelajar menyatakan mereka sering bercakap dengan orang lain dan turut memberi sokongan antara satu sama lain. Dapatan kajian pengkaji ini juga disokong oleh Mazni, Mohammad Haji-Yusuf dan Sapora (2004) yang mendapati remaja sering menggunakan strategi daya tindak tingkah laku sosial diikuti dengan kognitif, emosi dan sokongan sosial. Strategi daya tindak juga dilihat menunjukkan pengaruh yang signifikan ke atas distres psikologi remaja. Namun begitu, didapati strategi daya tindak tidak dapat bertindak sebagai penyederhana bagi hubungan antara sumber stres dan distress psikologi. Mengikut Douvan dan Adelson (1966) (dlm. Yahaya, Fatimah, NorBa’yah dan Azaman Ahmad, 2005), rakan sebaya juga boleh memberikan sokongan emosi kepada remaja.
Remaja yang bermasalah tidak akan merasa takut untuk melahirkan perasaan dalamannya kepada rakannya. Rakan sebaya juga dilihat berperanan sebagai tempat meluahkan perasaan dan masalah remaja. Penerimaan rakan sebaya juga memberi kesan sokongan dalam aspek sosial dan akademik kerana mereka sama-sama membuat keputusan dan menyelesaikan masalah secara bersama. Sokongan rakan sebaya boleh mengurangkan masalah yang dihadapi pelajar sama ada dari segi sosial, akademik, emosi dan dengan itu juga boleh mengurangkan kebarangkalian diserang kemurungan (Yahaya, Fatimah, NorBa’yah dan Azaman, 2005). Ponnusamy, Shazli Ezzat, Normah dan Mahadir (2004) mendapati bahawa pengawalan pemikiran yang digunakan oleh pelajar universiti ternyata memainkan peranan bagi mengurangkan stres. Ini dapat dilihat dengan hubungan negatif yang signifikan antara daya tindak pengawalan pemikiran dan stres. Sumbangan varian sebanyak 29 peratus menunjukkan strategi pengawalan pemikiran adalah salah satu strategi daya tindak stres yang menjadi pilihan pelajar.
Secara lebih khusus, strategi pengawalan pemikiran kawalan sosial memberi sumbangan sebanyak 23 peratus varian dalam meramal pengurangan stres. Ini menggambarkan pelajar kolej fisioterapi berdaya tindak dalam gagasan pengawalan pemikiran berasaskan strategi kawalan sosial.
BAB IV
KONSEP-KONSEP FRUSTASI
Tujuan Khusus Perkuliahan:
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mampu menjelaskan pengertian frustasi.
2. Mampu menjelaskan penyebeb-penyebab frustasi.
3. Mampu menyebutkan ciri-ciri frustasi.
4. Mampu menjelaskan dampak-dampak frustasi.
Pembahasan
A. Pendahuluan
Akhir-akhir ini sering di jumpai kalangan remaja yang mengalami frustasi akibat terhalang dalam pencapaian tujuan.frustasi ini apabila berkelanjutan dapat berakibat stress. Stress merupakan salah satu gangguan jiwa. Frustasi adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan, atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya.
Sebagai contoh, anak kecil pun sering merasa tertekan ketika harus dipaksa untuk melakukan sesuatu oleh orang tuanya, seperti makan, tidur, buang air dan sebagainya, yang harus dilakukan pada waktu dan tempat tertentu.Semuanya itu merupakan halangan bagi terpenuhinya keinginan anak untuk melakukan hal tersebut diatas dengan kehendak pribadinya.
Melalui makalah ini kami akan membahas pengertian frustasi,penyebab frustasi,dampak frustasi, ciri-ciri frustasi, dampak frustasi dan cara mengatasi frustasi.
B. Pengertian Frustasi
Frustrasi berasal dari bahasa Latin, yaitu frustration yang berarti perasaan kecewa atau jengkel akibat terhalang dalam pencapaian tujuan.Semakin penting tujuannya, semakin besar frustrasi dirasakan.Rasa frustrasi bisa menjurus ke stress.Frustrasi dapat berasal dari dalam (internal) atau dari luar diri (eksternal) seseorang yang mengalaminya.Sumber yang berasal dari dalam termasuk kekurangan diri sendiri seperti kurangnya rasa percaya diri atau ketakutan pada situasi sosial yang menghalangi pencapaian tujuan. Konflik juga dapat menjadi sumber internal dari frustrasi saat seseorang mempunyai beberapa tujuan yang saling berinterferensi satu sama lain.Penyebab eksternal dari frustrasi mencakup kondisi-kondisi di luar diri seperti jalan yang macet, tidak punya uang, atau tidak kunjung mendapatkan jodoh.
Dalam referensi lain diterangkan bahwa, frustasi ialah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan, atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya. Sebagai contoh, anak kecil pun sering merasa tertekan ketika harus dipaksa untuk melakukan sesuatu oleh orang tuanya, seperti makan, tidur, buang air dan sebagainya, yang harus dilakukan pada waktu dan tempat tertentu.Semuanya itu merupakan halangan bagi terpenuhinya keinginan anak untuk melakukan hal tersebut diatas dengan kehendak pribadinya.Frustasi memiliki dua sisi yaitu
1. Frustasi adalah fakta tidak tercapainya harapan yang diinginkan.
2. Frustasi adalah perasaan dan emosi yang menyertai fakta tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa frustasi adalah kondisi seseorang yang dalam usaha dan perjuangannya mencapai satu tujuan jadi tehambat, sehingga harapannya menjadi gagal dan ia merasa sangat kecewa lalu orang menyatakan : dia mengalami frustasi. Frustasi dapat mengakibatkan berbagai bentuk tingkah laku reaktif, misal : seseorang dapat mengamuk dan menghancurkan orang lain, merusak barang, frustasi juga dapat memunculkan titik tolak baru bagi satu perjuangan dan usaha atau bisa juga menciptakan bentuk – bentuk adaptasi baru.
Cara mencegah frustasi yaitu sebagai berikut :
1. Dalam menyikapi suatu masalah harus dengan mengkontrol emosi.
2. Berusaha bersikap sabar.
3. Yakin bahwa suatu masalah nantinya akan ada jalan keluarnya.
C. Penyebab Frustasi
1. Bagi individu yang mengalami frustrasi, emosi biasanya disebabkan faktor eksternal yang berada di luar kendali mereka. Meskipun frustrasi ringan karena faktor internal (misalnya kemalasan, kurangnya upaya) sering merupakan kekuatan positif (motivasi inspirasi), ini lebih sering dari pada tidak masalah tak terkendali dirasakan bahwa instigates lebih parah, dan mungkin patologis, frustrasi. Seorang individu yang menderita frustrasi patologis akan sering merasa tidak berdaya untuk mengubah situasi mereka dalam, menyebabkan frustrasi dan, jika dibiarkan tidak terkendali, kemarahan lebih lanjut.
2. Masalah kesulitan belajar
Frustrasi disebabkan oleh kesulitan dalam belajar, meliputi: kegagalan dalam belajar, tidak naik kelas, tidak diterima di sekolah favorit, tidak sesuai dengan minat dan bakat atau konflik dengan guru.
3. Cita-cita yang tidak realistis
Frustrasi terjadi apabila cita-cita yang diharapkan remaja tidak tercapai karena memang cita-cita yang ada pada remaja tidak realistis remaja cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan sesuatu yang tidak relistis.
4. Frustasi akibat.
`Cowok Lebih Frustasi Akibat Putus Cinta: Ketika hubungan asmara berkahir, atau putus Cinta. Umumnya kaum cewek lebih suka berkomunikasi tentang emosi dengan rekan-rekannya. Sementara para cowok, lebih mengekspesikan perasaan kecewa ataupun sakit hati melalui media penghilang kestressan, bahkan ada yang frustasi sampai dilampiaskan dengan cara mabuk-mabukan. Menunjukkan bahwa seorang cowok lebih rentan tingkat emosionalnya saat kekasih hati menjauh, biarpun tidak terlihat secara langsung.
D. Ciri-ciri Frustasi
Ciri-ciri orang frustasi, antara lain :
1. Mengeluh dan menyesali.
2. Jiwa bisa tertekan karena banyaknya pikiran.
3. Merasa hidupnya tidak berarti lagi mungkin merasa kurang diperhatikan sehingga cenderung mencoba bunuh diri.
4. AGRESI, yaitu emosi yang meluap-meluap. Seseorang yang tidak dapat mengontrol emosinya dikarenakan mempunyai tekanan-tekanan di dalam dirinya.
5. REGRESI, yaitu suka bersikap kekanak-kanakan. Melakukan sesuatu hal yang sudah tidak sepantasnya dia lakukan di umur nya saat itu.
E. Dampak Frustasi
Dampak frustasi pada kesehatan mental remaja. Frustrasi dapat memunculkan suatu dampak baik yang positif maupun yang negatif. Dampak tersebut dapat mempengaruhi remaja secara langsung ataupun tidak langsung. Dampak-dampak tersebut antara lain :
1. Dampak positif
Dampak positif pada diri remaja adalah dengan adanya frustrasi, akan terjadi mobilisasi dan penambahan kegiatan remaja untuk lebih berusaha, lebih produktif dan bersemangat dalam mencapai tujuannya. Remaja juga akan bisa bersikap lebih dewasa, lebih bijaksana dalam mengambil keputusan-keputusan dan dapat berpikir rasional. Hal ini dapat dilakukan dengan kompensasi dari tujuan, serta sublimasi kegiatan menjadi kegiatan yang dapat diterima masyarakat luas.Selain itu remaja bisa lebih dekat dengan Tuhan karena adanya resignation yaitu pasrah dan tawakal pada Ilahi sehingga bisa menerima kenyataan dengan sikap rasional dan ilmiah tanpa merasa putus asa dan menyerah.
2. Dampak negatif
Dampak negatif dengan adanya frustrasi adalah timbulnya beberapa perilaku yang menyebabkan gangguan fisik dan psikis pada remaja, antara lain:
1. Pemakaian obat terlarang dan alkohol
Remaja yang dikarenakan ketidakmatangan emosinya seringkali menyelesaikan frustrasi dengan memakai obat terlarang dan alkohol untuk membuat dirinya nyaman. Pemakainan obat terlarang dan alkohol juga untuk menarik perhatian orang lain.
2. Kenakalan remaja
Frustrasi sering membuat remaja melakukan tindakan kriminal sebagai dampak adanya emosi yang labil sehingga membuat remaja cenderung bersikap agresi.
3. Kehamilan pada remaja
Frustrasi disebabkan karena seksualitas menyebabkan remaja melakukan free sex yang berdampak kehamilan pada usia muda karena ketidaktahuan remaja akan sex education (misalnya penggunaan kondom pada saat berhubungan sex).
4. Bunuh diri
Remaja sering kali berpikiran dangkal untuk menyelesaikan frustrasi pada dirinya dengan bunuh diri. Bunuh diri juga dijadikan alat untuk mencari perhatian orang lain karena pada usia remaja kecendrungan untuk mendapat perhatian orang lain sangatlah besar. Remaja menggunakan cara bunuh diri untuk mengatasi frustrasi yang disebabkan penolakan.
5. Gangguan makan
Minat akan ciri fisik yang ideal menyebabkan remaja mengalami gangguan makan yang disebabkan frustrasi atas minat fisiknya. Remaja cenderung mengidentifikasikan orang yang kurus kering merupakan bentuk tubuh yang ideal sehingga timbul gangguan makan yang sering terjadi pada remaja yaitu bulimia dan anoreksia nervosa.
F. Cara Mengatasi Frustasi
Ada 7 cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi solusi yaitu sebagai berikut :
1. Sikap optimis merupakan pilihan, bukan bawaan dari lahir. Katakan pada diri sendiri bahwa kita mempunyai kebebasab untuk memandang setiap situasi negatif dan menganbil sikap positif atau negatif. Bila kita katakan pada diri sendiri, Jangan Cemas, maka hati kita akan lebih tenang.
2. Manusia adalah mahluk yang mempunyai akal budi yang berarti kita bisa belajar, dapat menyusun rencana dan menentukan tujuan. Bila tidak seluruh tujuan dapat tercapai, setidaknya sebagian dari tujuan dapat terselesaikan.
3. Bersikap tenang, rileks, sambil berpikir menyusun strategi. Di saat sulit, jangan mengambil tindakan untuk sesuatu yang tidak bisa diubah, keputusan yang diambil terburu-buru dan tindakan cepat tanpa berpikir panjang akan memperburuk masalah.
4. Belajar bereaksi secara positif, karena pemikiran positif menghasilkan sesuatu yang positif pula. Pikiran negatif akanselalu membawa hasil negatif.
5. Kita tidak dapat mencegah terjadinya perubahan, jadi bila suatu saat kita kehilangan sesuatu yang kita miliki, kita harus tetap bersyukur dan optimis karena keadaan pada hari esok pasti tidak akan sama dengan hari ini.
6. Mulai dengan tindakan kecil tetapi pemikiran besar. Hal-hal kecil yang dikerjakan dengan baik jauh lebih bermanfaat dibanding cita-cita besar yang hanya impian. Jangan mencoba mencapai tujuan besar hanya dalam waktu semalam.Ambil langkah-langkah kecil dan maju sambil terus memperhatikan tujuan akhir yang ingin dicapai agar kita tidak kehilangan arah.
7. Percaya bahwa hidup dan dunia ini penuh kemungkinan. Kita bisa memperbaiki masa depan bila kitamenentukan tujuan dengan dengan jelas. Manfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan tersebut.
BAB V
MEKANISME PERTAHANAN DIRI
Tujuan Khusus Perkuliahan:
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mampu menjelaskan pengertian dari mekanisme pertahanan diri.
2. MAmpu memahami aspek-aspek yang ada dalam mekanisme pertahanan diri.
3. Mampu menjelaskan hubungan ego dengan mekanisme pertahanan diri.
4. Mampu menjelaskan tujuan mekanisme pertahanan diri.
Pembahasan
A. Pendahuluan
Dalam diri seseorang, selalu terdapat kecemasan-kecemasan terhadap sesuatu hal. Hal ini juga dapat dialami oleh seorang seseorang sekalipun. Kecenderungan perasaan cemas yang dimiliki seseorang pasti memiliki perbedaan dengan kecemasan yang dialami oleh orang yang memiliki profesi lain. Kecemasan seorang seseorang cenderung terletak pada hasil pertandingan yang akan ia capai, ketidakharmonisan hubungan tim, adanya kecurigaan, serta kekhawatiran. Dalam mengatasi atau bahkan menyembunyikan rasa cemasnya (anxiety) terhadap hal-hal tersebut, maka timbullah mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri ini timbul akibat dari kecemasan yang tidak dapat teratasi oleh pikiran yang rasional. Oleh sebab itu, maka dalam ego yang terdapat dalam diri seseorang tersebut mencari jalan keluar sendiri untuk mengatasi kecemasan itu. Ego menggunakan jalan yang tidak realistis guna mengatasi kecemasan-kecemasan tersebut. Dalam hal ini, mekanisme pertahanan diri yang dilakukan oleh seseorang akan terinvestasi dalam tingkah lakunya, antara lain proyeksi, displacement, represi, rasionalisasi, kompensasi, dan denial. Dalam makalah ini, penulis menyajikan beberapa mekanisme pertahanan diri yang telah disebutkan di atas beserta dengan definisi dan contoh.
B. Pengertian Mekanisme Pertahanan Diri
Anxiety atau ketakutan, dapat juga diartikan kecemasan, yang terjadi dalam diri seorang seseorang merupakan kecemasan terhadap hal-hal yang akan terjadi atau hal-hal yang terjadi dalam sebuah pertandingan. Dalam pertandingan, seseorang tak hanya mengalami kecemasan dalam menanti hasil akhir pertandingan yang ia jalani, melainkan juga mengalami berbagai kecemasan yang berkaitan dengan hubungan yang terjadi dalam sebuah tim, adanya kecurigaan terhadap lawan, adanya kekhawatiran tentang terjadinya kesalahan-kesalahan yang mungkin ia perbuat, dan juga kecemasan terhadap segala sesuatu yang membuatnya tegang dalam menjalani sebuah pertandinga. Untuk mengatasi berbagai kecemasan yang timbul dalam dirinya, maka seorang seseorang akan berusaha untuk menutupi perasaan atau pikirannya dari segala hal yang menyebabkan kecemasan tersebut. Mekanisme yang digunakan dalam menutupi perasaan-perasaan cemas tersebut disebut dengan mekanisme pertahan diri.
Mekanisme pertahanan diri merupakan mekanisme atau alat untuk mempertahankan diri, dalam hal kepribadiannya. Mekanisme pertahanan diri ini terjadi akibat adanya rasa khawatir akan terancam keamanan pribadinya dalam diri seorang. Freud, seorang ahli psikoanalitik, menyebutkan bahwa mekanisme pertahanan diri atau mekanisme pertahanan ego terjadi sebagai akibat dari seseorang yang tidak dapat mengendalikan kecemasan melalui cara-cara yang rasional dan langsung. Maka kemudian ego yang terdapat dalam diri seseorang itu akan mengandalkan cara-cara yang tidak realistis, yakni tingkah laku yang berorientasi pada pertahanan ego.
Freud mendiskripsikan ada tujuh mekanisme pertahanan meliputi :
1. Identifikasi (Identification) : sebuah upaya untuk mereduksi ketegangan dengan cara meniru atau mengidentifikasi diri dengan orang yang dianggap berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya. Misal : meniru orang tuanya, gurunya, atlit ataupun penyanyi idola.
2. Pemindahan atau reaksi kompromi (Displacement / Reactions Compromise) : upaya untuk mereduksi ketegangan dengan cara mengganti ganti obyek melalui :
a. Sublimasi, misal mengisap permen sebagai sublimasi kenikmatan mengisap ibu jari
b. Substitusi, misal remaja yang cemas akan dorongan seksnya menyalurkannya melalui bacaan cabul atau onani
c. Kompensasi, misal tubuh yang pendek dikompensasikan dengan sikap percaya diri yang berlebihan.
3. Represi (repression) : upaya mereduksi ketegangan dengan cara menekan ide, ingatan, fikiran yang dapat menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran. Represi dapat muncul dalam bentuk campuran misal :
a. Represi + displacement : Remaja yang takut kepada orang tuanya mengekspresikan kemarahannya dalam bentuk melawan gurunya
b. Represi + simptom histerik : Pilot yang mengalami kebutaan setelah menyaksikan partner kopilotnya meninggal saat kecelakaan pesawat.
c. Represi + psychophysiological disorder : Wanita yang mengalami sakit migrain setiap kali menahan rasa marahnya.
d. Represi + fobia : Pria yang takut dengan barang yang terbuat dari karet karena selalu teringat akan kemarahan ayahnya saat dirinya memecahkan balon karet kesayangan adiknya.
e. Represi + nomadisme : Orang yang suka berpindah pindah tempat ataupun minat karena frustasi dan ingin selalu lari dari masalah
4. Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression) :
a. Fiksasi : Terhentinya pertumbuhan normal mental seseorang akibat ketidak mampuan mengatasi peristiwa buruk yang ekstrem ataupun kontinyu dimasa lalu. Misal : ketergantungan finansial pada orang tua akibat dimanja.
b. Regresi : Sikap untuk selalu kembali mundur ke tahap perkembangan terdahulu (biasanya ke tahap dimana pernah mengalami fiksasi) karena menimbulkan rasa nyaman.
5. Pembentukan reaksi (Reaction Formation) : tindakan defensif dengan cara mengganti impuls atau perasaan tidak nyaman dengan kebalikannya. Misal : Suami yang membenci istrinya, memperlakukan istrinya dengan memanjakan atau mencumbunya secara berlebihan.
6. Pembalikan (Reversal) : mengubah status ego dari aktif menjadi pasif. Misal : Benci pada ibu yang pilih kasih namun dibalik menjadi benci kepada dirinya sendiri.
7. Projeksi (projection) : mengubah kecemasan neurotik atau moral menjadi102 kecemasan realistik . Misal : Saya membenci dia (menimbulkan kecemasan neurotik) diubah menjadi dia membenci saya (salah dia sendiri).
C. Aspek –Aspek Mekanisme Pertahanan Diri
Suatu aspek dari mekanisme pertahanan diri adalah individu yang menggunakannya memerlukan energi. Individu tidak bisa mendistorsikan kenyataan atau salah merepresentasikan dirinya kepada orang-orang lain tanpa menggunakan energi atau kekuataan untuk berbuat demikian. Selanjutnya, tekanan atau paksaan untuk tetap melindungi diri secara psikologis menyebabkan seseorang tidak rilaks. Perhatian dan dorongan hanya digunakan untuk satu hal dan tidak disediakan untuk sesuatu yang lain.
Aspek-Aspek penting dalam mekanisme pertahanan diri yaitu:
1. Emosi
Faktor-faktor emosi dalam diri seseorang menyangkut sikap dan perasaan seseorang secara pribadi terhadap diri sendiri. Bentuk-bentuk emosi dikenal sebagai perasaan seperti senang, sedih, marah, cemas, takut, dan sebagainya. Bentuk-bentuk emosi tersebut terdapat pada setiap orang. Akan tetapi yang perlu diperhatikan di sini adalah bagaimana kita mengendalikan emosi tersebut agar tidak merugikan diri sendiri.
2. Kecemasan dan Ketegangan
Kecemasan biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan sesuatu, kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya. Kecemasan-kecemasan tersebut membuat seseorang menjadi tegang.
D. Hubungan Ego dengan Mekanisme Pertahanan Diri
Ego adalah mekanisme psikologis manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Ego tersebut berupa dorongan yang secara emosional membuat manusia untuk selalu mencari dan mengusahakan apa yang dibutuhkannya. Ego yang sangat simpel adalah ego untuk makan, minum, bernapas, tidur, dan lain sebagainya. Ego yang sedikit belibet adalah ego untuk mempertahankan diri, mempunyai tempat tinggal, dan perasaan aman secara umum atau bisa disebut security. Ego yang rumit adalah ego untuk merasa diakui, dicintai, dihargai, dipahami, dihormati, merasa memiliki, dan lain sebagainya. Ego rumit inilah yang seringkali membuat masalah dalam suatu hubungan. Setiap orang mempunyai ego rahasia yang tidak ingin diketahui oleh orang lain, tetapi ingin orang lain memenuhi ego tersebut. Ego tersebut biasanya berasal dari kejadian buruk di masa lalu. Hal tersebut adalah wajar, karena manusia adalah makhluk yang berakal, dan tentu saja menggunakan segala cara untuk menghindari rasa sakit di masa lalu terulang kembali. Sedangkan mekanisme pertahanan diri ini terjadi akibat adanya rasa khawatir akan terancam keamanan pribadinya dalam diri seorang, sehingga dalam hal ini ego berhubungan dengan mekanisme pertahanan diri karena adanya dorongan yang secara emosional yang membuat manusia untuk selalu mencari dan mengusahakan apa yang dibutuhkannya.
E. Tujuan Mekanisme Pertahanan Diri
Mekanisme pertahanan diri yang dilakukan oleh manusia bertujuan untuk :
1. memperlunak atau mengurangi risiko kegagalan.
2. mengurangi kecemasan (anxiety).
3. mengurangi perasaan yang menyakitkan.
4. mempertahankan perasaan layak (aman) dan harga diri.
F. Dampak Mekanisme Pertahanan Diri
Sebagian dari cara individu mereduksi perasaan tertekan, kecemasan, stress atau pun konflik adalah dengan melakukan mekanisme pertahanan diri baik yang ia lakukan secara sadar atau pun tidak. Hal ini sesuai dengan pendapat dikemukakan oleh Freud sebagai berikut : Such defense mechanism are put into operation whenever anxiety%2
KONSEP KESEHATAN MENTAL
Tujuan Khusus Perkuliahan:
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian kesehatan mental dari pendapat beberapa ahli.
2. Mahasiswa dapat menyebutkan dan menjelaskan ciri-ciri kesehatan mental.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan gangguan kesehatan mental.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan agama dan kesehatan mental.
Pembahasan
A. Pendahuluan
Setiap individu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dituntut untuk bekerja dan berusaha agar keinginan dari dirinya dapat terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut manusia memerlukan jasmani yang sehat. Karena apabila jasmani atau tubuh terganggu maka semua aktivitas individu tersebutpu terganggu. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik, mental dan sosial secara penuh bukan semata-mata hanya terbebas dari penyakit dan keadaan lemah tertentu. Apabila mental dan jasmani individu tersebut sehat tentunya akan sedikit kemungkinan terjadinya gangguan untuk meelakukan aktivitas sehari-hari. Jika mental individu tersebut sehat maka individu tersebut dapa terhindar dari gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa, sehingga ia dapat menyesuaikan diri dan dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang dimiliki. Dengan keadaan mental yang sehat maka individu tersebut dapat bekembang secara optimal. Maka dari itu kita sebagai mahasiswa, khususnya mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling perlu mempelajari kesehatan mental agar nanti saat menghadapi individu yang memiliki gejala-gejala gangguan mental agar dapat segera diatasi sehingga individu tersebut tidak kea rah patologi (sakit mental). Maka dari itu kami menyusun makalah yang membahas tentang kesehatan mental.
B. Pengertian Kesehatan Mental
Kesehatan mental alih bahasa dari Mental Hygiene atau mental Health. Definisi-definisi yang diajukan para ahli diwarnai oleh keahlian masing-masing. Menurut World Health Organization dalam Winkel (1991) disebutkan : Sehat adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik,mental dan social secara penuh dan bukan semata-mata berupa absensinya penyakit atau keadaan lemah tertentu. Dedinisi ini memberikan gambaran yang luas dalam keadaan sehat,mencangkup berbagai aspek sehingga diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup. dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.
Menurut pengertian para ahli:
1. Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa: “Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.
2. Menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan individu tersebut.
3. Zakiah Darodjat, terhindarnya seseorang dari gejala-gejala ganggun dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.
4. Allport, manusia sehat adalah manusia yang mencapai kematangan.
5. Maslow, manusia sehat adalah manusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya dan mencapai kebahagiaan.
Kesehatan mental adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis dan dimiliki oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok maupun masyarakat luas sehingga yang sehat baik secara mental maupun secara sosial. Sikap hidup individu yang sehat dan normal adalah sikap yang sesuai dengan norma dan pola hidup kelompok masyarakat, sehingga ada relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan.
C. Ciri ciri Kesehatan Mental
Ciri-ciri kesehatan mental dikelompokkan kedalam enam kategori, yaitu:
1. Memiliki sikap batin (Attitude) yang positif terhadap dirinya sendiri.
2. Aktualisasi diri
(kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan yang terbaik dari yang dia bisa.)
3. Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi psikis yang ada
4. Mampu berotonom terhadap diri sendiri (Mandiri)
5. Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada
6. Mampu menselaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri. (Jahoda, 1980).
7. Memiliki persepsi yang akurat terhadap
realita,termasuk melihat realita sebagaimana adanya.
8. Tidak menyangakal hal-hal buruk yang terjadi di masa lalunya dan masa kini.
9. Memiliki penguasaan terhadap situasi, termasuk mempunyai kontrol diri di dalam mengasihi orang lain, di dalam pekerjaan termasuk dalam bersahabat dengan orang lain.
D. Gangguan Kesehatan Mental
Bagi penderita gangguan mental / psychoneurosis, masih menghayati realitas , masih hidup dalam alam pada umumnya. ia masih merasakan kesukaran-kesukaran sebenarnya ia tidak dapat atau kurang dapat mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungan serta belum kuat atau tidak kuat kata hatinya. Itulah sebenarnya ia mencari jalan keluar untuk melarikan diri dari kekecewaan atau penderitaan menjadi Psychoneorosis, dijelaskan beberapa macam gangguan mental, yaitu :
1. Histeria
Sebenarnya tidak ada dasar fisik atau organis, tetapi si penderita betul-betul merasa sakit kadang-kadang dapat berupa kelumpuhan. Seperti gangguan mental lainnya, perasaan tertekan, gelisah, cemas dan sebagainya. Gejala-gejala tersebut dapat terlihat seperti gejala fisik atau gejala mental. Gejala-gejala yang berhubungan dengan fisik antara lain :
a. Lumpuh Histeria
Lumpuh pada salah satu anggota badan, biasanya terjadi secara tiba-tiba dan sebelumnya tidak terasa apa pun.
b. Kram Histeria
Penyakit ini terjadi karena rasa bosan menghadapi pekerjaan dan mengalami perasaan yang tertekan. Karena mengalami tekanan bathin karena karyana di cela dan mengalami kram histeria apabila sedang menjalankan tugasnya, dan apabila mengerjakan hal -hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan sebelumnya mereka menjadi sembuh atau tidak merasakan kram histeria.
c. Kejang histeria
Penyakit yang datangnya secara tiba-tiba, kejang atau kaku diseluruh tubuh dan tidak sadar kadang-kadang sangat berat dan disertai teriakan-teriakan dan keluhan tetapi tidak mengeluarkan air mata. Kejadian ini biasanya terjadi pada siang hari, hanya beberapa menit, dapat juga beberapa hari lamanya. Penyakit ini terjadi biasanya setelah mengalami perasaan yang tersinggung, sehingga ia merasa tertekan, sedih dan menyesal.
d. Mutism
Kesanggupan berbicara hilang, ada dua macam yaitu : 1) tidak dapat berbicara dengan suara keras, 2) tidak dapat berbicara sama sekali. Biasanya terjadi karena tekanan perasaan, putus asa, cemas, merasa hina dan sebagainya. Sedangkan alat-alat bicara biasanya tidak mengalami cedera apapun atau normal.
2. Psikosomatisme
Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu ” psycho” yang artinya pikiran dan “soma” yang artinya tubuh. Psikosomatis dalam dunia medis yaitu merupakan suatu penyakit yang mula-mula dipengaruhi oleh faktor kejiwaan (psikologis), kemudian berjalannya waktu sehingga menjadi penyakit fisik. Konflik psikis merupakan sebab bermacam macam penyakit fisik. Penyakit fisik yang telah ada semakin parah. Bentuk pola Simtom psikosomatisme klasik diantaranya, sebagai berikut
a. Tukak lambung, adanya luka pada lambung
Emosi yang negatif dapat merangsang produksi dan lambung secara berlebihan, lambung mengadakan pencernaan pada dirinya sehingga timbul luka pada dinding lambung.
b. Anorexia nervosa, adanya gangguan makan
Enggan makan atau bila makan terus muntah, sehingga kurus kering. Penderita biasanya memiliki pandangan dirinya terlalu gemuk sehingga melakukan diet sehingga menantara galami konflik batin.
Gejala yang berhubungaan dengan mental , antara lain :
a. Amnesia , hilang ingatan
Suatu keadaan yang tiba-tiba menimpa orang-orang menjadi hilang ingatan atau lupa terhadap kejadian-kejadian tertentu,atau terhadap segala sesuatu bahkan namanya sendiri.Amnesia juga disebut kondisi terganggunya daya ingat. Penyebabnya berupa organic dan fungsional. Penyebab organic dapat berupa kerusakan otak, akbat terauma atau penyakit. Penyebab fungsional adalah seperti, mekanisme pertahanan ego.
b. Fugrue ,berkelana secara tidak sadar
Fugue adalah bentuk gangguan mental disertai keinginan kuat untuk mengembara atau meninggalkan rumah karena amnesia. Seseorang yang mengalami fugue itu pergi mengelana tanpa tujuan, dan tidak tau mengap ia pergi. Gangguan ini muncul sesudah individu mengalami stress atau konflik yang berat,misalnya pertengkaran rumah tangga, mengalami penolakan, kesulitan dalam pekerjaan dan keuangan, perang atau bencana alam .
Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia disosiatif.
c. Kepribadian Ganda
Penderita mempunyai dua atau lebih kepribadian. Masing-masing memiliki proses perasaan dan pikiran yang cukup stabil, sedang perbedaannya biasanya mencolok. Misalnya kepribadian yang satu dan yang lainmungkin hanya beberapa menit atau beberapa mtahun. Disebabkan adanya dorongan-dorongan yang saling bertentangan, terjadi konflik. Selama penderita mengalami, satu kepribadian tak teringan tentang kejadian pada kepribadian yang lain meskipun hanya beberapa menit. kepribadian ganda dapat didefinisikan sebagai kelainan mental dimana seseorang yang mengidapnya akan menunjukkan adanya dua atau lebih kepribadian (alter) yang masing-masing memiliki nama dan karakter yang berbeda.
Mereka yang memiliki kelainan ini sebenarnya hanya memiliki satu kepribadian, namun si penderita akan merasa kalau ia memiliki banyak identitas yang memiliki cara berpikir, temperamen, tata bahasa, ingatan dan interaksi terhadap lingkungan yang berbeda-beda.
Walaupun penyebabnya tidak bisa dipastikan, namun rata-rata para psikolog sepakat kalau penyebab kelainan ini pada umumnya adalah karena trauma masa kecil.
d. Kepribadian Sosiopatik
Penderita mengalami keterlambatan perkembangan moral, tidak mampu mencontoh perbuatan yang diterima masyarakat, kurang mampu bermasyarakat cenderung antisosial, termasuk psikopat. Biasanya memiliki ciri cerdas, spontan dan mengesankan, emosinya relatif sulit dibangkitkan, sehingga kurang memiliki rasa takut dan senang mencari tantangan, tapi cara yang ditempuh kurang tepat, hal ini sebagai penyebab bawaan. Penyebab lain pada waktu kecil mengalami keterlambatan kehidupan emosinya, perlakuan yang tidak konsisten. Misalnya latar belakang keluarga yang retak. Dari segi sosio cultural sebagai akses dari suasana materialistik, hedonistik, dan kompetitif dari masyarakat modern.
e. Depersonalisasi
Penderita mengalami kehilangan rasa diri , terjadi secara tiba-tiba dan menjadi orang lain, orang yang berbeda dengan dirinya, merasa terlepas dari tubuhnya. Hal ini terjadi karena mengalami stres berat akibat situasi tertentu atau kejadian tertentu. Misalnya kecelakaan, penyakit atau peristiwa-peristiwa traumatik.
f. Somnabulisme, melakukan sesuatu dalam keadaan tidur
Somnabulisme adalah mimpi yang hidup, dan aktivitas fisik yang terjadi selama tidur, sejumlah gerakan diluar kesadaran dan tidak dapat diingat kembali. Bisa terjadi selama tidur, hal ini lebih sering terjadi pada anak-anak. Misalnya main piano, menjahit, mengendarai mobil dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk Somnabulisme itu :
Monodeic, suatu ide dengan bentuk yang sama.
Polydeic , berbeda-beda dalam waktu yang berlainan.
Orang atau anak yang mengalami somnabolism ini, karena dikuasai oleh sejumlah pikiran dan kenangan yang berhubungan satu sama lain. Meskipun dalam keadaan tidur ia dapat mengingan keadaan sekitarnya yaitu letak pintu, jendela, meja, kursi dan sebagainya.
3.Psychasthenia
Penderita psychasthenia merasa tidak senang, selalu diganggu dan dikejar-kejar, mimipi yang menakutkan, sering mengalami kompulsion (dorongan paksaan) untuk berbuat sesuatu. Sebenarnya penderita kurang mempunyai kemampuan untuk tetap dalam keadaan integrasi yang normal, repression (penekanan) terhadap pengalaman yang telah lalu.
6. Neurasthenia
Penderita neurasthenia selalu merasa lelah , lesu yang sangat. Sering pla disebut penyakit payah, meskipun sebenarnya fisiknya tak terdapat penyakit apapun. Ia sangat sensitif terhadap cahaya, suara. Detik jam kadang-kadang menyebabkan tidak dapat tidur, kepala pusing, selalu gelisah, merasa mempunyai berbagai penyakit, dan takut akan mati. Menginginkan belas kasihan dari orang lain.
Sebab-sebab neurasthenia ini antara lain : Kesusahan dan kekurangan pekerjaan, defence mekanisme yang salah
7. Tiks (tics)
Dengan gerakan-gerakan tics yang bersangkutan merasa lega, enak (vegetatif). Macam-macam gerakan seperti dipaksakan. Gerakan habitual sekelompok kecil otot-otot tertentu. Dimana tics itu sendir berarti gerakan otot yang dilakukan secara tidak sadar, misalnya berkedip-kedip, mengerutkan dahi, menggerakkan hidung, menggelengkan kepala dan lain-lainnya. Penderita menyadari perbuatannya tetapi tidak berusaha menahannya. Sebab-sebab tiks antara lain: perasaan tegang dalam menghadapi sesuatu,pengalaman yang menakutkan, mengalami kelelahan, personalitas terganggu.
8. Kelainan seksual
Yang dimaksud kelainan dalam uraian buku ini bukan karena adanya patologi fisiologis, melainkan karena kesalahan dalam penyesuaian psikoseksual dan proses belajar yang keliru terhadap permasalahan seks, terjadi miskonsepsi.
Kelaiana-kelainan seksual itu antara lain :
1. Otoerotisme (perangsangan sendiri terhadap alat kelamin)
2. Homoseksual atau lesbian (berhubungan itim antar sesama jenis)
3. Sadisme (hubungan seks wajar antara pria dan wanita, tapi yang bersangkutan baru merasakan kepuasan seks kalau dapat menimbulkan kesakitan fisik atau psikis orang yang dicintai)
4. Fetishisma (pemuasan seksual yang ditmbulkan karena melihat atau tersentuh dengan barang atau benda-benda dari lain jenis misalnya pakaian dalam)
5. Pedofilia (orang dewasa yang ingin berhubungan dengan anak, tanpa menghiraukan jenis kelamin)
6. Transvetitisme (pemuasan seksual yang diperoleh dengan berpakaian dan menyamar sebagai jenis kelamin lain)
7. Exhibisionisme (pemuasan seksual yang diperoleh dengan menunjukkan alat kelamin kepada jenis kelamin lain)
8. Voyeuresma ( mencapai kepuasan seksual karena mengintip secara sembunyi-sembunyi pasangan yang sedang berhubungan seks, juga pemuda mengintip wanita yang sedang melepas pakaian)
9. Masochisme (menikmati kepuasan seksual pada waktu mengalami sakit pada diri sendiri)
10. Incest (hubungan seksual antar anggota keluarga)
11. Perkosaan (hubungan pria wanita, namun berdasarkan paksaan)
12. Nekrofilia (Menyukai mayat sebagai objek seks)
13. Zoophilia (Menyalurkan hasrat seksualnya dengan binatang)
14. Menyukai benda-benda sebagai objek seks (menikah dengan tembok)
E. Agama dan Kesehatan Mental
1. Manusia dan Agama
Psikologi agama merupakan salah satu bukti adanya perhatian khusus para ahli pskologi terhadap peran agama dalam kehidupan dan kejiwaan manusia. Pendapat yang paling ekstrem pun tentang hal itu masih menunjukkan batapa agama sudah dinilai sebagai bagian dari kehidupan pribadi manusia yang erat kaitannya dengan gejala-gejala psikologis. Dalam beberapa bukunya Sigmun Freud yang dikenal sebagai pengembang psikoanalisis mencoba mengungkapkan hal itu. Agama menurut Freud tampak pada prilaku manusia sebagai sebagai simbolisasi dari kebencian terhadap ayah yang direfleksi dalam bentuk rasa takut kepada Tuhan.
Secara psikologis, agama adalah ilusi manusia. Manusia lari kepada agama karena rasa ketidak berdayaan menghadapi bencana. Dengan demikian, segala bentuk prilaku keagamaan merupakan prilaku manusia yang timbul dari dorongan agar dirinya terhindar bahaya dan dapat memberikan rasa aman. Untuk keperluan itu manusia menciptakan Tuhan dalam pemikirannya.
Kegiatan keagamaan menjadi faktor penguat sebagai prilaku yang meredakan ketegangan. Lembaga-lembaga termasuk lembaga keagamaan, bertugas menjaga dan mempertahankan perilaku atau kebiasaan masyarakat. Manusia menanggapi tuntutan yang terkandung dalam lembaga itu dan ikut melestarikan lewat cara mengikuti aturan-aturan yang telah baku.
Prilaku keagamaan menurut pandangan Behaviorisme erat kaitannya dengan prinsip reinforcement (reward and punishment). Manusia berprilaku agama karena didorong oleh rangsangan hukuman dan hadiah. (pahala). Manusia hanyalah sebuah robot yang bergerak secara mekanis menurut pemberian hukuman dan hadiah.
2. Agama dan Kesehatan Mental
Agama tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan kelihatannya sulit dilakukan, hal ini Karena manusia ternyata memiliki batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Zat yang gaib, ketundukan ini merupakan bagian dari intern manusia dalam psikologi kepribadian dinamakan pribadi (Self) ataupun hati nurani (conscience of man).
Orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam ruhani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman dan tenteram. Menurut H.C. Witherington, permasalahan kesehatan mental menyangkut pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat dalam lapangan psikologi, kedokteran, psikiatri, biologi, sosiologi, dan agama.
Beberapa temuan dibidang kedokteran dijumpai sejumlah kasus yang membuktikan adanya hubungan jiwa (psyche) dan badan (soma). Orang yang merasa takut, langsung kehilangan nafsu makan, atau buang-buang air. Atau dalam keadaan kesal dan jengkel, perut seseorang terasa menjadi kembung. Dibidang kedokteran dikenal beberapa macam pengobatan antaralain dengan menggunakan bahan-bahan kimia tablet, cairan suntik atau obat minum), electro-therapia (sorot sinar, getaran, arus listrik), (pijat), dan lainnya. Selain itu juga dikenal pengobatan tradisional seperti tusuk jarum (accupunctuur), mandi uap, hingga ke cara pengobatan perdukunan.
Sejak berkembang psikoanalisis yang diperkenalkan oleh Dr. Breuer dan S. Freud, orang mulai mengenal pengobatan dan hipotheria, yaitu pengobatan dengan cara hipnotis. Dan kemudian dikenal pula adanya istilah psikoterapi atau autotherapia (penyembuhan diri sendiri) yang dilakukan tanpa menggunakan bantuan obat-obatan biasa. Sesuai dengan istilahnya, maka psikoterapi dan autotherapia digunakan untuk menyembuhkan pasien yang menderita penyakit ganguan ruhani (jiwa). Usaha yang dilakukan untuk mengobati pasien yang menderita penyakit seperti itu, dalam kasus-kasus tertentu biasanya dihubungkan dengan aspek keyakinan masing-masing.
Sejumlah kasus menunjukkan adanya hubungan antara keyakinan dengan kesehatan jiwa atau mental tampaknya sudah disadari para ilmuan beberapa abad yang lalu. Misalnya, pernyataan “Carel Gustay Jung” diantara pasien saya setengah baya, tidak seorang pun yang penyebab penyakit kejiwaannya tidak dilatarbelakangi oleh aspek agama”.
Barangkali hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap kekuasaan Tuhan. Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif, seperti rasa bahagia, rasa sengang, puas, sukses, merasa dicintai, atau rasa aman. Dengan kata lain, kondisi yang demikian menjadi manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah kejadiannya, sehat jasmani dan ruhani.
BAB II
KONSEP PENYESUAIAN DIRI
Tujuan Khusus Perkuliahan:
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Untuk mengetahui pengertian konsep penyesuaian diri.
2. Untuk mengetahui pengertian dari perkembangan, kematangann dan penyesuaian diri.
3. Untuk mengetahui penentu psikologis pada penyesuaian diri.
Pembahasan
A. Pendahuluan
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)
Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.
Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat lain.
Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa di sana individu seakan-akan mendapattekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baiksecara moral, sosial, maupun emosional.
B. Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dan kesejahteraan dalam mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat. Penyesuaian sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki responss emosional yang tepat pada setiap situasi. Disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)
Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.
Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat lain.
Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa di sana individu seakan-akan mendapattekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baiksecara moral, sosial, maupun emosional.
C. Perkembangan, Kematangan, dan Penyesuaian Diri
1. Perkembangan
Perkembangan ( Development ) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan menyangkut adaanya proses difrensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk perkemabngan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
Perkembangan disini di artikan sebagai perubahan yang dialami oleh individu atau oganisme menuju tingkat kedewasaannya (matury) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik fisik maupun psikis.
Pertumbuhan dan perkembangan berjalan menurut norma-norma tertentu, walaupun demikian seorang anak dalam banyak hal tergantung kepada orang dewasa misalnya mengenai makanan, perawatan, bimbingan, perasaan aman, pencegahan penyakit dsb. Oleh karena itu semua orang yang mendapat tugas untuk mengawasi anak harus mengerti persoalan anak yang sedang tumbuh dan berkembang.
Contoh : Sikap perasaan dan emosi, minat, cita-cita dan kepribadian seseorang
2. Kematangan
Kematangan atau masa peka menunjukkan kepada suatu masa tertentu yang merupakan titik kulminasi (titik puncak) dari suatu fase pertumbuhan sebagai titik tolak kesiapan dari suatu fungsi untuk menjalankan fungsinya. (Hurlock, 1956)
3. Penyesuaian diri
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat. Penyesuaian sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki responss emosional yang tepat pada setiap situasi. Disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya.
D. Penentu Psikologis Pada Penyesuaian Diri
Banyak sekali faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuai diri, diantaranya adalah pengalaman, belajar, kebutuhan-kebutuhan, determinasi diri, dan frustrasi.
1. Pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaian diri. Pengalaman-pengalaman tertentu yang memiliki arti dalam penyesuaian diri adalah pengalaman menyenangkan dan pengalaman traumatik (menyusahkan). Pengalaman yang menyenangkan misalnya mendapatkan hadiah dalam satu kegiatan, cenderung akan menimbulkan proses penyesuaian diri yang baik, dan sebaliknya pengalaman traumatik akan menimbulkan penyesuaian yang kurang baik atau mungkin salah suai.
Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam penyesuaian diri, karena melalui belajar ini akan berkembang pola-pola respons yang akan membentuk kepribadian. Sebagian besar respons-respons dan ciri-ciri kepribadian lebih banyak yang diperoleh dari proses belajar dari pada secara diwariskan. Dalam proses penyesuaian diri merupakan suatu proses modifikasi tingkah laku sejak fase-fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayatdan diperkuat dengan kematangan.
2. Determinasi diri
Determinasi ini mempunyai peranan penting dalam proses penyesuaian diri karena mempunyai peranan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian diri. Keberhasilan atau kegagalan penyesuaian diri akan banyak ditentukan oleh kemampuan individu dalam mengarahkan dan mengendalikan dirinya. Meskipun sebetulnya situasi dan kondisi tidak menguntungkan bagi penyesuaian dirinya.
3. Konflik dan penyesuaian
Tanpa memperhatikan tipe-tipe konflik, mekanisme konflik secara esensial sama yaitu pertentangan antara motif-motif. Efek konflik pada prilaku akan bergantung sebagian ada sifat konflik itu sendiri. Ada beberapa pandangan bahwa bahwa semua konflik bersifat menggangu atau merugikan. Namun dalam kenyataan ada juga seseorang yang mempunyai banyak konflik tanpa hasil-hasil yang merusak atau merugikan. Sebenarnya ada beberapa konflik dapat bermanfaat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan. Cara seseorang mengatasi konfliknya dengan meningkatkan usaha kearah pencapaian tujuan yang menguntungkan secara sosial. Atau mungkin sebalikuya ia memecahkan konflik dengan melarikan diri, khususnya ke dalam gejala-gejala neurotis.
E. Ruang Lingkungan sebagai penentu penyesuaian diri
Berbagai lingkungan anak seperti keluarga dan pola hubungan didalamnya, sekolah, masyarakat, kultur, dan agama berpengaruh terhadap penyesuaian diri anak.
1. Pengaruh rumah dan keluarga
Dari sekian banyak faktor yang mengkondisikan penyesuaian diri. Faktor rumah dan keluarga merupakan faktor yang sangat penting. Kerena keluarga merupakan satuan kelompok sosial terkecil. Interaksi sosial yang pertama diperoleh individu adalah dalam keluarga. Kemampuan interaksi sosial ini kemudian akan dikembangkan di masyarakat.
2. Hubungan orang tua dan anak
Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri anak-anak. Beberapa pola hubungan yang dapat dipengaruhi penyesuai diri antara lain :
1. Menerima (acceptance),
2. Menghukum dan disiplin yang berlebihan,
3. Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan.
4. Penolakan.
5. Hubungan saudara
Suasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif, saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik, sebaliknya suasana permusuhan, perselisihan, iri hati, kebencian, dan sebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan penyesuaian diri.
3. Masyarakat
Keadaan lingkungan masyarakat dimana individu berada merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penguasaan diri. Kondisi studi menunjukan bahwa banyak gejala tingkah laku salah suai bersumber dari keadaan masyarakat. Pergaulan yang salah dikalangan remaja dapat mempengaruhi pola-pola penyesuaian dirinya.
4. Sekolah
Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan moral para siswa. Suasana disekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri. Disamping itu, hasil pendidikan yang diterima anak disekolah eken merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri di masyarakat.
F. Kultur Dan Agama sebagai penentu penyesuaian diri
Proses penyesuaian diri anak mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kultur dan agama. Lingkungan kultur dimana individu berada dan berinteraksi akan menetukan pola-pola penyesuaian dirinya. Contohnya tata cara kehidupan disekolah, dimesjid, gereja, dan semacamnya akan mempengaruhi bagaimana anak menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya.
Agama memberikan suasana psikologis tentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainya. Agama juga memberikan suasana damai dan tenang bagi anak. Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan dan kestabilan hidup umat manusia.
G. Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Remaja
Di antara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua. Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua dan suasana psikologis dan sosial dalam keluarga. Contoh : Sikap orang tua yang menolak. Penolakan orangtua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, penolakan mungkin merupakan penolakan tetap sejak awal, dimana orang tua merasa tidak senang kepada anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak menghadaki kehadirinya.
Boldwyn dalam Dayajat (1983) mengilustrasikan seorang bapak yang menolak anaknya berusaha menundukan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan, karena itu ia mengambil ukuran kekerasan dan mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata. Jenis kedua dari penolakan adalah dalam bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan anak. Contohnya orang tua memberikan tugas kepada anaknya berbarengan dengan rencana anaknya untuk pergi nonton bersama dengan sejawatnya.
Hasil dari kedua macam penolakan tersebut ialah remaja tidak dapat menyesuaikan diri, cenderung menghabiskan waktunya diluar rumah. Terutama pada gadis-gadis mungkin akan terjadi perkawinan yang tidak masuk akal dengan pemikiran bahwa rumah di luar tangganya lebih baik dari pada rumahnya sendiri. Disamping itu, sikap orang tua yang memberikan perlindungan yang berlebihan akibatnya juga tidak baik.
Sikap orang tua yang otoriter, yaitu yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja juga akan menghambat prosedur penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha untuk menentang kekuasaan ortu dan pada gilirannya ia akan cenderung otoriter terhadap teman-temanya dan cenderung menentang otoritas yang ada baik di sekolah maupun di masyarakat.
Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja yang hidup didalam rumah tangga yang retak, mengalami masalah emosi. Tampak padanya ada kecendrungan yang besar untuk marah, suka menyindir, disamping kurang kepekaan terhadap penerimaan sosial dan kurang mampu menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar.
H. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri
Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu:
penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua
aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut
1. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari
kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya. Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Mengangap inilah yang
menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
2. Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik mempelajari berbagai keterampilan sosial seperti kemampuan untuk menjalin hubungan secara diplomatis dengan orang lain baik teman maupun orang yang tidak dikenal, sehingga sikap orang lain terhadap mereka menyenangkan. Biasanya orang yang berhasil
melakukan penyesuaian sosial dengan baik mengembangkan sikap sosial yang menyenangkan, seperti kesediaan untuk membantu orang lain, meskipun mereka sendiri mengalami kesulitan. Mereka tidak terikat pada diri sendiri.
I. Pembentukan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai. Penyesuaian yang terjadi jika manusia/individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirnya dengan lingkungannya dimana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan dimana semua fungsi organisme/individu berjalan normal. Sekali lagi, bahwa penyesuaian yang sempurna itu tidak pernah dapat dicapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat sutau proses sepanjang hayat (lifelong process), dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
Respons penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai sutau upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara kondisi-kondisi keseimbangan sutau proses kearah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan, dan frustasi dan individu didorong meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari tegangan. Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabila dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.
Karakteristik Penyesuaian Diri
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karen kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya. Dalam hubungannya dengan rintangan-rintangan tersebut ada individu-individu yang dapat melakukan penyesuaian diri secara positif, namun adapula individu-individu yang melakukan penyesuaian diri yang salah. Berikut ini akan ditinjau karakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah.
1. Penyesuaian Diri secara Positif
Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut :
1. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional,
2. Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis,
3. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi,
4. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri,
5. Mampu dalam belajar,
6. Menghargai pengalaman,
7. Bersikap realistik dan objektif.
Melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukan dalam berbagai bentuk, antara lain:
1. Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung,
2. Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan),
3. Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba,
4. Penyesuaian dengan substansi (mencari pengganti),
5. Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri,
6. Penyesuaian dengan belajar,
7. Penyesuaian dengan inhibis dan pengendalian diri,
8. Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat.
Latihan:
BAB III
KONSEP-KONSEP STRESS
Tujuan Khusus Perkuliahan:
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mampu menjelaskan pengertian stress.
2. Menjelaskan pengertian stress kerja.
3. Mampu Menyebutkan dan menjelaskan faktor-faktor penyebab stress kerja.
4. Menyebutkan dan menjelaskan model stress dalam pekerjaan.
Pembahasan
A. Pendahuluan
Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Sering kali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat dipenuhi dengan segera. Selain itu manusia juga sering dihadapkan pada dua pilihan atau bahkan lebih, kepentingan dan kesempatan yang berbeda, tapim dating pada saat yang bersamaan. Ini yang kemudian disebut sebagai masalah dan persoalan. Kondisi mental dan emosional seseorang tergantung pada situasi dan kondisi yang tengah dihadapi.
Era kehidupan modern seolah menjadikan manusia sebagai objek yang dituntut selalu bekerja keras. Mobilitas dipertaruhkan untuk mencapai setiap tujuan. Tak hanya tenaga yang terkuras, tapi juga pikiran. Dan pada saatnya akan sampai pada titik yang membuat seseorang dihampiri hal-hal yang mengganggu kondisi fisik serta kehilangan kejernihan berpikir.
Sepanjang hidupnya, manusia tidak akan luput dari persoalan, dari persoalan-persoalan tersebut manusia akan berusaha untuk mencari cara untuk menyelesaikan permasalahannya tersebut. Dengan persoalan-persoalan yang Ia miliki, manusia akan menjadi lebih dewasa dan bijaksana dalam menghadapi setiap permasalahan.
Namun, tidak semua orang mampu menyelesaikan masalah yang ada, sebagian orang ada pula yang memilih untuk menunda atau mengabaikan persoalan yang ada, padahal masalah tersebut sudah menanti untuk diselesaikan. Bila masalah yang ada dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan masalah baru yang bahkan bisa mengganggu kesejahteraan individu yang bersanguktan.
B. Pengertian Stress
Dari sudut pandang ilmu kedokteran, menurut Hans Selye seorang fisiologi dan pakar stress yang dimaksud dengan stress adalah suatu respon tubuh yang tidak spesifik terhadap aksi atau tuntutan atasnya. Dari sudut pandang psikologis stress didefinisikan sebagai suatu keadaan internal yang disebabkan oleh kebutuhan psikologis tubuh atau disebabkan oleh situasi lingkungan atau sosial yang potensial berbahaya, memberikan tantangan, menimbukan perubaha-perubahan atau memerlukan mekanisme pertahanan seseorang. Dari pengertian di atas, ada pula beberapa definisi stress menurut beberapa ahli, diantaranya:
1. Lazarus dan Folkman
Stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan, dll) atau diakibatkan kondisi lingkumgan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untik melakukan coping.
2. Rice
Mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang.
3. Atkinson
Mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang.
4. (Handoko, 1997:200).
Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang
5. Menurut Robbins (2001:563)
Stres juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang.
6. Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63)
Menyebutkan bahwa stres tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Pada tingkat tertentu sebenarnya kita memerlukan stress. Stress yang optimal akan membuat motivasi menjadi tinggi, orang menjadi lebih bergairah, daya tangkap dan persepsi menjadi tajam, menjadi tenang, dan lain-lain. Adapun stress yang terlalu rendah akan mengakibatkan kebosanan, motivasi menjadi turun, sering bolos, dan mengalami kelesuan. Sebaliknya stress yang terlalu tinggi mengakibatkan insomnia, lekas marah, meningkatnya kesalahan, kebimbangan, dan lain-lain.
Stress juga harus dibedakan dengan stresor. Stresor adalah sesuatu yang menyebabkan stress. Stress itu sendiri adalah akibat dari interaksi (timbale-balik) antara rangsangan lingkungan dan respon individu. Gejala maupun akibat stress bisa bervariasi antar individu, umumnya mencakup akibat subjektif, perilaku, kognitif, fisiologis, dan keorganisasian. Wanita memiliki gejala yang berbeda dengan pria ketika mengalami stress karena memiliki struktur biologi yang berbeda. Selain itu faktor budaya juga membawa dampak pada perbedaan akibat stress pada wanita dan pria.
Mengatasi stress bisa dilakukan dengan cara mengelola istirahat dan olah raga secara teratur, relaksasi, meditasi, dan mengubah sikap hidup yang negative menjadi lebih positif.
C. Pengertian Stress Kerja
Siapapun atau bahkan sebagian orang pernah mengalami yang namanya stress kerja. Sesuatu yang kita kerjakan dengan terus menerus pasti akan menimbulkan kebosanan sehingga lama-lama menimbulkan stress. Ada beberapa pendapat mengenai definisi dari stress kerja, yaitu antara lain:
1. Menurut Anwar (1993:93)
Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya.
2. Beehr dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002:17),
Mendefinisikan stres kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.
3. Yoder dan Staudohar (1982 : 308)
Mendefinisikan Stres Kerja adalah Job stress refers to a physical or psychological deviation from the normal human state that is caused by stimuli in the work environment. yang kurang lebih memiliki arti suatu tekanan akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu berasal dari lingkungan pekerjaan tempat individu tersebut berada.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan.
D. Faktor – Faktor Penyebab Stress Kerja
Menurut (Robbin, 2003, pp. 794-798) penyebab stres itu ada 3 faktor yaitu:
1. Faktor Organisasi
Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Dari beberapa contoh diatas, penulis mengkategorikannya menjadi beberapa faktor dimana contoh-contoh itu terkandung di dalamnya, yaitu:
a. Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar.
b. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu.
Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu3.Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain.
c. Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber stres.
2. Faktor Lingkungan
Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan. Yaitu:
a. Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi.
b. Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang tidak puas dengan keadaan mereka.
c. Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka hotel pun menambah peralatan baru atau membuat sistem baru.
d. Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-orang Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stres.
3.Faktor Individu
Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan.
a. Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga.
b. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja.
c. Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang.
Menurut Davis dan Newstrom (dalam Margiati, 1999:73) stres kerja disebabkan:
1. Adanya tugas yang terlalu banyak.
2. Supervisor yang kurang pandai.
3. Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan.
4. Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai.
5. Ambiguitas peran
6. Perbedaan nilai dengan perusahaan.
7. Frustrasi.
8. Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal tersebut tidak umum.
9. Konflik peran.
E. Model Stress dalam Pekerjaan
1. Role ambiguity and role conflict (kekaburan peran dan konflik peran).
Role ambiguity atau kekaburan peran adalah suatu kesenjangan antara jumlah informasi yang dimiliki seseorang dengan yang dibutuhkannya untuk dapat melaksanakan perannya dengan tepat (Brief et al. dalam Nimran, 1999:86).
2. Work Overload (kelebihan beban kerja)
Work overload atau kelebihan beban kerja oleh French & Caplan (dalam Nimran, 1999:89) dibedakan dalam quantitative overload dan qualitative overload. Menurut istilah mereka yang bersifat kuantitatif adalah "having too much to do", sedangkan yang bersifat kualitatif yang disebutkan sebagai "too difficult."
3. Pekerjaan Berisiko Tinggi.
Ada jenis pekerjaan yang beresiko tinggi, atau berbahaya bagikeselamatan, seperti pekerjaan di pertambangan minyak lepas pantai,tentara, pemadam kebakaran, pekerja tambang, bahkan pekerjacleaning service yang biasa menggunakan gondola untuk membersihkan gedung-gedung bertingkat.
I. Jurnal Relevan
Hubungan Antara Sumber Stres Dan Stres Pelajar
Berdasarkan analisis korelasi Pearson yang telah dijalankan, kajian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara sumber stres keseluruhan dan stres pelajar. Selain itu, terdapat empat subskala sumber stres juga berhubung secara positif dan signifikan dengan stress pelajar iaitu sumber perkembangan fizikal, akademik, pensyarah, dan rakan. Korelasi positif yang signifikan ini mengesahkan bahawa semakin banyak sumber stres yang dialami maka semakin tinggi stres yang dirasai oleh pelajar universiti. Namun dalam konteks kajian ini, didapati lebih ramai pelajar mengalami stres pada tahap sederhana berbanding stres pada tahap tinggi. Hasil yang diperolehi dalam kajian ini selari dengan kajian yang telah dilakukan oleh Abouserie (1994), Diane dan Misty (1997), Bojuwoye (2002), Mahadir, Shazli Ezzat, Normah dan Ponnusamy (2004), Najib, Che Su, Zarina dan Suhanim (2005), dan Najeemah (2005). Menurut Suriani dan Suraini (2005), universiti merupakan fasa transisi bagi pelajar setelah pelajar tamat pengajian di peringkat sekolah menengah atas, matrikulasi atau diploma. Keadaan di universiti adalah berlainan dengan keadaan semasa berada di pangkuan keluarga. Pelajar perlu menghadiri kuliah sehingga waktu malam serta aktif dalam beberapa aktiviti di universiti iaitu sesetengah aktiviti dijalankan berterusan sehingga ke hujung minggu. Kerja-kerja kursus mesti disiapkan dalam jangkamasa yang ditetapkan selain ujian dan peperiksaan.
Situasi sebegini boleh menimbulkan stres dalam kalangan pelajar universiti. Melalui kajian yang telah dilakukan, Suriani dan Suaraini mendapati sumber stres akademik merupakan punca utama pelajar mengalami stres. Misalnya pelajar menyatakan mereka tidak cukup masa mengulangkaji, tidak dapat memberi tumpuan pada pelajaran, terlalu banyak tugasan, dan sukar memahami subjek yang diajar. Selain itu, sumber stres yang melibatkan pensyarah pula mendapati pelajar sering dikritik oleh pensyarah ketika kuliah, pensyarah tidak memberikan layanan adil dan pensyarah sering mencari kesalahan pelajar. Hasil kajian Suriani dan Suraini (2005) selari dengan hasil kajian pengkaji yang mendapati sumber stres akademik seperti tidak sempat melakukan tugasan yang diberi apabila tiba di rumah/ asrama/kolej, menghadapi masalah dalam memahami apa yang diajar sewaktu dalam kuliah dan merasa risau dengan pencapaian akademik adalah merupakan sumber stres yang dialami pelajar universiti. Menurut Suriani dan Suraini lagi, keadaan ini berlaku mungkin disebabkan pelajar telah didedahkan dengan sistem pelajar yang mengutamakan pencapaian akademik sejak berada disekolah menengah dan terbawa-bawa hingga ke peringkat universiti. Ditambah lagi dengan tugasan yang diberikan oleh pensyarah, sikap pensyarah yang terlalu garang dan pilih kasih menyebabkan timbulnya stres dalam kalangan pelajar. Kedua-dua sumber stres ini berhubung secara positif dan signifikan dengan stres pelajar. Selain stres yang dialami pelajar berkait dengan sumber stres akademik dan pensyarah, sumber stres bagi aspek perubahan fizikal seperti pelajar merasakan mereka tidak cantik/ segak, merasa rimas dengan perubahan fizikal badan, merasa badan terlalu gemuk, masalah jerawat dan risau dengan berat badan juga merupakan sumber stres pelajar yang utama dalam kajian ini.
Kajian turut mendapati stres pelajar berkait dengan sumber stres rakan. Hasil kajian ini juga selari dengan kajian Mazni, Mohammad Haji-Yusuf dan Sapora (2004) dan Suriani dan Suraini (2005) yang mendapati pelajar yang merasa mereka terlalu kurus atau gemuk, terlalu rendah atau tinggi, dan merasa risau dengan kecantikan wajah boleh menyebabkan timbulnya stres dalam diri mereka. Kajian pengkaji turut mendapati stres pelajar berkait dengan sumber stres daripada rakan. Sumber stres bagi rakan yang dimaksudkan ialah seperti tidak disukai oleh rakan, rakan tidak ambil peduli Jurnal Kemanusiaan bil.13, Jun 2009 dan tidak memberi sokongan dan pertolongan, kehilangan rakan rapat dan rakan yang sering membuat kritikan. Situasi sebegini juga boleh menimbulkan stres dalam kalangan pelajar. Dapatan ini juga selari dengan dapatan kajian Suriani dan Suraini (2005) yang mendapati ada pelajar yang sukar menyesuaikan diri dengan rakan, tidak disukai rakan berlainan jantina, disisih oleh rakan, rakan tidak memberi sokongan moral ketika menghadapi masalah dan kehilangan kawan rapat. Buhrmester (1989) (dlm. Yahaya, Fatimah, NorBa’yah dan Azaman, 2005) mendapati remaja yang tiada rakan sebaya yang rapat lebih melaporkan perasaan perseorangan (loneliness) dan lebih mengalami kemurungan serta mempunyai penghargaan kendiri yang rendah. Remaja yang ditolak rakan sebayanya pula akan memandang dirinya sebagai seorang yang tidak baik dan banyak kelemahan. Kelemahan ini boleh menyebabkan diri tidak diterima oleh rakannya. Jelas menunjukkan sumber stres bagi aspek perkembangan fizikal pelajar didapati lebih banyak dialami pelajar dan diikuti dengan sumber stres bagi aspek akademik, pensyarah dan rakan. Dapatan ini juga selari dengan beberapa pengkaji lalu yang menunjukkan terdapat hubungan antara sumber stres dan stres pelajar. Justeru, bagi menangani situasi stres yang dialami pelajar, peranan strategi daya tindak adalah amat penting bagi mengurangkan stres yang dialami. Perbincangan seterusnya akan menyentuh peranan strategi daya tindak sebagai perantara bagi hubungan antara sumber stres dan stres dalam kalangan pelajar universiti.
Peranan strategi daya tindak sebagai perantara bagi hubungan antara sumber stres dan stress pelajar
Keputusan kajian menunjukkan strategi daya tindak keseluruhan dapat bertindak sebagai perantara yang signifikan bagi hubungan antara sumber stres dan stres pelajar universiti. Berdasarkan hasil analisis deskriptif kajian mendapati pelajar universiti lebih kerap menggunakan strategi daya tindak istirahat (Relaxing), memberi fokus kepada penyelesaian masalah, sokongan kerohanian (Spiritual Support), mendapatkan sokongan sosial dan berkongsi masalah dengan rakan rapat. Hasil analisis deskriptif pengkaji menunjukkan seramai 182 orang (82.0%) pelajar selalu menggunakan strategi daya tindak istirahat iaitu dengan mencari jalan untuk beristirahat seperti mendengar muzik, membaca buku, bermain alat musik dan menonton televition. Bagi strategi penyelesaian masalah pula, kajian mendapati seramai 164 orang (73.9%) pelajar selalu berusaha untuk menyelesaikan perkara yang menjadi penyebab kepada masalah yang dialami sementara 163 orang (73.1%) pelajar lagi menyelesaikan masalah dengan baik mengikut kemampuan mereka. Dapatan pengkaji juga menunjukkan bahawa strategi daya tindak berbentuk sokongan kerohanian juga sering digunakan oleh pelajar. Hasil analisis deskriptif mendapati seramai 173 orang (77.5%) pelajar sering berdoa supaya Tuhan melindungi mereka dan seramai 171 orang (77.0%) pelajar lagi berdoa memohon pertolongan dan petunjuk supaya masalah yang dihadapi semuanya akan menjadi baik. Banyak kajian menunjukkan strategi daya tindak boleh bertindak sebagai perantara dalam hubungan antara sumber stres dan stres pelajar. Linn dan McGranahan (1980) (dlm. Yahaya, Fatimah, NorBa’yah dan Azaman, 2005) mendapati bahawa kesan kekerapan perbualan dengan rakan-rakan yang berperanan sebagai perantara antara masalah kesihatan ke atas kepuasan hidup. Sinha, Willson dan Watson (2000) juga mendapati daya tindak kawalan kendiri (Min = 18.02), penilaian semula secara positif (Min = 17.73) dan sokongan sosial (Min = 15.46) merupakan antara daya tindak yang kerap digunakan oleh seramai 225 orang pelajar tahun satu prasiswazah universiti di India dan Kanada. Hasil analisis deskriptif juga selari dengan dapatan kajian Linn dan Mc Granahan dan Sinha, Willson dan Watson yang menunjukkan lebih separuh iaitu seramai 130 orang (58.5%) pelajar telah mendapatkan sokongan daripada orang lain terutamanya daripada ibu bapa dan rakan dalam menangani stres dan masalah kehidupan yang dialami. Selain sumber stres, strategi daya tindak dan stress yang dialami pelajar university mendapatkan sokongan, seramai 127 orang (57.0%) pelajar menyatakan mereka sering bercakap dengan orang lain dan turut memberi sokongan antara satu sama lain. Dapatan kajian pengkaji ini juga disokong oleh Mazni, Mohammad Haji-Yusuf dan Sapora (2004) yang mendapati remaja sering menggunakan strategi daya tindak tingkah laku sosial diikuti dengan kognitif, emosi dan sokongan sosial. Strategi daya tindak juga dilihat menunjukkan pengaruh yang signifikan ke atas distres psikologi remaja. Namun begitu, didapati strategi daya tindak tidak dapat bertindak sebagai penyederhana bagi hubungan antara sumber stres dan distress psikologi. Mengikut Douvan dan Adelson (1966) (dlm. Yahaya, Fatimah, NorBa’yah dan Azaman Ahmad, 2005), rakan sebaya juga boleh memberikan sokongan emosi kepada remaja.
Remaja yang bermasalah tidak akan merasa takut untuk melahirkan perasaan dalamannya kepada rakannya. Rakan sebaya juga dilihat berperanan sebagai tempat meluahkan perasaan dan masalah remaja. Penerimaan rakan sebaya juga memberi kesan sokongan dalam aspek sosial dan akademik kerana mereka sama-sama membuat keputusan dan menyelesaikan masalah secara bersama. Sokongan rakan sebaya boleh mengurangkan masalah yang dihadapi pelajar sama ada dari segi sosial, akademik, emosi dan dengan itu juga boleh mengurangkan kebarangkalian diserang kemurungan (Yahaya, Fatimah, NorBa’yah dan Azaman, 2005). Ponnusamy, Shazli Ezzat, Normah dan Mahadir (2004) mendapati bahawa pengawalan pemikiran yang digunakan oleh pelajar universiti ternyata memainkan peranan bagi mengurangkan stres. Ini dapat dilihat dengan hubungan negatif yang signifikan antara daya tindak pengawalan pemikiran dan stres. Sumbangan varian sebanyak 29 peratus menunjukkan strategi pengawalan pemikiran adalah salah satu strategi daya tindak stres yang menjadi pilihan pelajar.
Secara lebih khusus, strategi pengawalan pemikiran kawalan sosial memberi sumbangan sebanyak 23 peratus varian dalam meramal pengurangan stres. Ini menggambarkan pelajar kolej fisioterapi berdaya tindak dalam gagasan pengawalan pemikiran berasaskan strategi kawalan sosial.
BAB IV
KONSEP-KONSEP FRUSTASI
Tujuan Khusus Perkuliahan:
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mampu menjelaskan pengertian frustasi.
2. Mampu menjelaskan penyebeb-penyebab frustasi.
3. Mampu menyebutkan ciri-ciri frustasi.
4. Mampu menjelaskan dampak-dampak frustasi.
Pembahasan
A. Pendahuluan
Akhir-akhir ini sering di jumpai kalangan remaja yang mengalami frustasi akibat terhalang dalam pencapaian tujuan.frustasi ini apabila berkelanjutan dapat berakibat stress. Stress merupakan salah satu gangguan jiwa. Frustasi adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan, atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya.
Sebagai contoh, anak kecil pun sering merasa tertekan ketika harus dipaksa untuk melakukan sesuatu oleh orang tuanya, seperti makan, tidur, buang air dan sebagainya, yang harus dilakukan pada waktu dan tempat tertentu.Semuanya itu merupakan halangan bagi terpenuhinya keinginan anak untuk melakukan hal tersebut diatas dengan kehendak pribadinya.
Melalui makalah ini kami akan membahas pengertian frustasi,penyebab frustasi,dampak frustasi, ciri-ciri frustasi, dampak frustasi dan cara mengatasi frustasi.
B. Pengertian Frustasi
Frustrasi berasal dari bahasa Latin, yaitu frustration yang berarti perasaan kecewa atau jengkel akibat terhalang dalam pencapaian tujuan.Semakin penting tujuannya, semakin besar frustrasi dirasakan.Rasa frustrasi bisa menjurus ke stress.Frustrasi dapat berasal dari dalam (internal) atau dari luar diri (eksternal) seseorang yang mengalaminya.Sumber yang berasal dari dalam termasuk kekurangan diri sendiri seperti kurangnya rasa percaya diri atau ketakutan pada situasi sosial yang menghalangi pencapaian tujuan. Konflik juga dapat menjadi sumber internal dari frustrasi saat seseorang mempunyai beberapa tujuan yang saling berinterferensi satu sama lain.Penyebab eksternal dari frustrasi mencakup kondisi-kondisi di luar diri seperti jalan yang macet, tidak punya uang, atau tidak kunjung mendapatkan jodoh.
Dalam referensi lain diterangkan bahwa, frustasi ialah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan, atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya. Sebagai contoh, anak kecil pun sering merasa tertekan ketika harus dipaksa untuk melakukan sesuatu oleh orang tuanya, seperti makan, tidur, buang air dan sebagainya, yang harus dilakukan pada waktu dan tempat tertentu.Semuanya itu merupakan halangan bagi terpenuhinya keinginan anak untuk melakukan hal tersebut diatas dengan kehendak pribadinya.Frustasi memiliki dua sisi yaitu
1. Frustasi adalah fakta tidak tercapainya harapan yang diinginkan.
2. Frustasi adalah perasaan dan emosi yang menyertai fakta tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa frustasi adalah kondisi seseorang yang dalam usaha dan perjuangannya mencapai satu tujuan jadi tehambat, sehingga harapannya menjadi gagal dan ia merasa sangat kecewa lalu orang menyatakan : dia mengalami frustasi. Frustasi dapat mengakibatkan berbagai bentuk tingkah laku reaktif, misal : seseorang dapat mengamuk dan menghancurkan orang lain, merusak barang, frustasi juga dapat memunculkan titik tolak baru bagi satu perjuangan dan usaha atau bisa juga menciptakan bentuk – bentuk adaptasi baru.
Cara mencegah frustasi yaitu sebagai berikut :
1. Dalam menyikapi suatu masalah harus dengan mengkontrol emosi.
2. Berusaha bersikap sabar.
3. Yakin bahwa suatu masalah nantinya akan ada jalan keluarnya.
C. Penyebab Frustasi
1. Bagi individu yang mengalami frustrasi, emosi biasanya disebabkan faktor eksternal yang berada di luar kendali mereka. Meskipun frustrasi ringan karena faktor internal (misalnya kemalasan, kurangnya upaya) sering merupakan kekuatan positif (motivasi inspirasi), ini lebih sering dari pada tidak masalah tak terkendali dirasakan bahwa instigates lebih parah, dan mungkin patologis, frustrasi. Seorang individu yang menderita frustrasi patologis akan sering merasa tidak berdaya untuk mengubah situasi mereka dalam, menyebabkan frustrasi dan, jika dibiarkan tidak terkendali, kemarahan lebih lanjut.
2. Masalah kesulitan belajar
Frustrasi disebabkan oleh kesulitan dalam belajar, meliputi: kegagalan dalam belajar, tidak naik kelas, tidak diterima di sekolah favorit, tidak sesuai dengan minat dan bakat atau konflik dengan guru.
3. Cita-cita yang tidak realistis
Frustrasi terjadi apabila cita-cita yang diharapkan remaja tidak tercapai karena memang cita-cita yang ada pada remaja tidak realistis remaja cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan sesuatu yang tidak relistis.
4. Frustasi akibat.
`Cowok Lebih Frustasi Akibat Putus Cinta: Ketika hubungan asmara berkahir, atau putus Cinta. Umumnya kaum cewek lebih suka berkomunikasi tentang emosi dengan rekan-rekannya. Sementara para cowok, lebih mengekspesikan perasaan kecewa ataupun sakit hati melalui media penghilang kestressan, bahkan ada yang frustasi sampai dilampiaskan dengan cara mabuk-mabukan. Menunjukkan bahwa seorang cowok lebih rentan tingkat emosionalnya saat kekasih hati menjauh, biarpun tidak terlihat secara langsung.
D. Ciri-ciri Frustasi
Ciri-ciri orang frustasi, antara lain :
1. Mengeluh dan menyesali.
2. Jiwa bisa tertekan karena banyaknya pikiran.
3. Merasa hidupnya tidak berarti lagi mungkin merasa kurang diperhatikan sehingga cenderung mencoba bunuh diri.
4. AGRESI, yaitu emosi yang meluap-meluap. Seseorang yang tidak dapat mengontrol emosinya dikarenakan mempunyai tekanan-tekanan di dalam dirinya.
5. REGRESI, yaitu suka bersikap kekanak-kanakan. Melakukan sesuatu hal yang sudah tidak sepantasnya dia lakukan di umur nya saat itu.
E. Dampak Frustasi
Dampak frustasi pada kesehatan mental remaja. Frustrasi dapat memunculkan suatu dampak baik yang positif maupun yang negatif. Dampak tersebut dapat mempengaruhi remaja secara langsung ataupun tidak langsung. Dampak-dampak tersebut antara lain :
1. Dampak positif
Dampak positif pada diri remaja adalah dengan adanya frustrasi, akan terjadi mobilisasi dan penambahan kegiatan remaja untuk lebih berusaha, lebih produktif dan bersemangat dalam mencapai tujuannya. Remaja juga akan bisa bersikap lebih dewasa, lebih bijaksana dalam mengambil keputusan-keputusan dan dapat berpikir rasional. Hal ini dapat dilakukan dengan kompensasi dari tujuan, serta sublimasi kegiatan menjadi kegiatan yang dapat diterima masyarakat luas.Selain itu remaja bisa lebih dekat dengan Tuhan karena adanya resignation yaitu pasrah dan tawakal pada Ilahi sehingga bisa menerima kenyataan dengan sikap rasional dan ilmiah tanpa merasa putus asa dan menyerah.
2. Dampak negatif
Dampak negatif dengan adanya frustrasi adalah timbulnya beberapa perilaku yang menyebabkan gangguan fisik dan psikis pada remaja, antara lain:
1. Pemakaian obat terlarang dan alkohol
Remaja yang dikarenakan ketidakmatangan emosinya seringkali menyelesaikan frustrasi dengan memakai obat terlarang dan alkohol untuk membuat dirinya nyaman. Pemakainan obat terlarang dan alkohol juga untuk menarik perhatian orang lain.
2. Kenakalan remaja
Frustrasi sering membuat remaja melakukan tindakan kriminal sebagai dampak adanya emosi yang labil sehingga membuat remaja cenderung bersikap agresi.
3. Kehamilan pada remaja
Frustrasi disebabkan karena seksualitas menyebabkan remaja melakukan free sex yang berdampak kehamilan pada usia muda karena ketidaktahuan remaja akan sex education (misalnya penggunaan kondom pada saat berhubungan sex).
4. Bunuh diri
Remaja sering kali berpikiran dangkal untuk menyelesaikan frustrasi pada dirinya dengan bunuh diri. Bunuh diri juga dijadikan alat untuk mencari perhatian orang lain karena pada usia remaja kecendrungan untuk mendapat perhatian orang lain sangatlah besar. Remaja menggunakan cara bunuh diri untuk mengatasi frustrasi yang disebabkan penolakan.
5. Gangguan makan
Minat akan ciri fisik yang ideal menyebabkan remaja mengalami gangguan makan yang disebabkan frustrasi atas minat fisiknya. Remaja cenderung mengidentifikasikan orang yang kurus kering merupakan bentuk tubuh yang ideal sehingga timbul gangguan makan yang sering terjadi pada remaja yaitu bulimia dan anoreksia nervosa.
F. Cara Mengatasi Frustasi
Ada 7 cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi solusi yaitu sebagai berikut :
1. Sikap optimis merupakan pilihan, bukan bawaan dari lahir. Katakan pada diri sendiri bahwa kita mempunyai kebebasab untuk memandang setiap situasi negatif dan menganbil sikap positif atau negatif. Bila kita katakan pada diri sendiri, Jangan Cemas, maka hati kita akan lebih tenang.
2. Manusia adalah mahluk yang mempunyai akal budi yang berarti kita bisa belajar, dapat menyusun rencana dan menentukan tujuan. Bila tidak seluruh tujuan dapat tercapai, setidaknya sebagian dari tujuan dapat terselesaikan.
3. Bersikap tenang, rileks, sambil berpikir menyusun strategi. Di saat sulit, jangan mengambil tindakan untuk sesuatu yang tidak bisa diubah, keputusan yang diambil terburu-buru dan tindakan cepat tanpa berpikir panjang akan memperburuk masalah.
4. Belajar bereaksi secara positif, karena pemikiran positif menghasilkan sesuatu yang positif pula. Pikiran negatif akanselalu membawa hasil negatif.
5. Kita tidak dapat mencegah terjadinya perubahan, jadi bila suatu saat kita kehilangan sesuatu yang kita miliki, kita harus tetap bersyukur dan optimis karena keadaan pada hari esok pasti tidak akan sama dengan hari ini.
6. Mulai dengan tindakan kecil tetapi pemikiran besar. Hal-hal kecil yang dikerjakan dengan baik jauh lebih bermanfaat dibanding cita-cita besar yang hanya impian. Jangan mencoba mencapai tujuan besar hanya dalam waktu semalam.Ambil langkah-langkah kecil dan maju sambil terus memperhatikan tujuan akhir yang ingin dicapai agar kita tidak kehilangan arah.
7. Percaya bahwa hidup dan dunia ini penuh kemungkinan. Kita bisa memperbaiki masa depan bila kitamenentukan tujuan dengan dengan jelas. Manfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan tersebut.
BAB V
MEKANISME PERTAHANAN DIRI
Tujuan Khusus Perkuliahan:
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mampu menjelaskan pengertian dari mekanisme pertahanan diri.
2. MAmpu memahami aspek-aspek yang ada dalam mekanisme pertahanan diri.
3. Mampu menjelaskan hubungan ego dengan mekanisme pertahanan diri.
4. Mampu menjelaskan tujuan mekanisme pertahanan diri.
Pembahasan
A. Pendahuluan
Dalam diri seseorang, selalu terdapat kecemasan-kecemasan terhadap sesuatu hal. Hal ini juga dapat dialami oleh seorang seseorang sekalipun. Kecenderungan perasaan cemas yang dimiliki seseorang pasti memiliki perbedaan dengan kecemasan yang dialami oleh orang yang memiliki profesi lain. Kecemasan seorang seseorang cenderung terletak pada hasil pertandingan yang akan ia capai, ketidakharmonisan hubungan tim, adanya kecurigaan, serta kekhawatiran. Dalam mengatasi atau bahkan menyembunyikan rasa cemasnya (anxiety) terhadap hal-hal tersebut, maka timbullah mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri ini timbul akibat dari kecemasan yang tidak dapat teratasi oleh pikiran yang rasional. Oleh sebab itu, maka dalam ego yang terdapat dalam diri seseorang tersebut mencari jalan keluar sendiri untuk mengatasi kecemasan itu. Ego menggunakan jalan yang tidak realistis guna mengatasi kecemasan-kecemasan tersebut. Dalam hal ini, mekanisme pertahanan diri yang dilakukan oleh seseorang akan terinvestasi dalam tingkah lakunya, antara lain proyeksi, displacement, represi, rasionalisasi, kompensasi, dan denial. Dalam makalah ini, penulis menyajikan beberapa mekanisme pertahanan diri yang telah disebutkan di atas beserta dengan definisi dan contoh.
B. Pengertian Mekanisme Pertahanan Diri
Anxiety atau ketakutan, dapat juga diartikan kecemasan, yang terjadi dalam diri seorang seseorang merupakan kecemasan terhadap hal-hal yang akan terjadi atau hal-hal yang terjadi dalam sebuah pertandingan. Dalam pertandingan, seseorang tak hanya mengalami kecemasan dalam menanti hasil akhir pertandingan yang ia jalani, melainkan juga mengalami berbagai kecemasan yang berkaitan dengan hubungan yang terjadi dalam sebuah tim, adanya kecurigaan terhadap lawan, adanya kekhawatiran tentang terjadinya kesalahan-kesalahan yang mungkin ia perbuat, dan juga kecemasan terhadap segala sesuatu yang membuatnya tegang dalam menjalani sebuah pertandinga. Untuk mengatasi berbagai kecemasan yang timbul dalam dirinya, maka seorang seseorang akan berusaha untuk menutupi perasaan atau pikirannya dari segala hal yang menyebabkan kecemasan tersebut. Mekanisme yang digunakan dalam menutupi perasaan-perasaan cemas tersebut disebut dengan mekanisme pertahan diri.
Mekanisme pertahanan diri merupakan mekanisme atau alat untuk mempertahankan diri, dalam hal kepribadiannya. Mekanisme pertahanan diri ini terjadi akibat adanya rasa khawatir akan terancam keamanan pribadinya dalam diri seorang. Freud, seorang ahli psikoanalitik, menyebutkan bahwa mekanisme pertahanan diri atau mekanisme pertahanan ego terjadi sebagai akibat dari seseorang yang tidak dapat mengendalikan kecemasan melalui cara-cara yang rasional dan langsung. Maka kemudian ego yang terdapat dalam diri seseorang itu akan mengandalkan cara-cara yang tidak realistis, yakni tingkah laku yang berorientasi pada pertahanan ego.
Freud mendiskripsikan ada tujuh mekanisme pertahanan meliputi :
1. Identifikasi (Identification) : sebuah upaya untuk mereduksi ketegangan dengan cara meniru atau mengidentifikasi diri dengan orang yang dianggap berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya. Misal : meniru orang tuanya, gurunya, atlit ataupun penyanyi idola.
2. Pemindahan atau reaksi kompromi (Displacement / Reactions Compromise) : upaya untuk mereduksi ketegangan dengan cara mengganti ganti obyek melalui :
a. Sublimasi, misal mengisap permen sebagai sublimasi kenikmatan mengisap ibu jari
b. Substitusi, misal remaja yang cemas akan dorongan seksnya menyalurkannya melalui bacaan cabul atau onani
c. Kompensasi, misal tubuh yang pendek dikompensasikan dengan sikap percaya diri yang berlebihan.
3. Represi (repression) : upaya mereduksi ketegangan dengan cara menekan ide, ingatan, fikiran yang dapat menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran. Represi dapat muncul dalam bentuk campuran misal :
a. Represi + displacement : Remaja yang takut kepada orang tuanya mengekspresikan kemarahannya dalam bentuk melawan gurunya
b. Represi + simptom histerik : Pilot yang mengalami kebutaan setelah menyaksikan partner kopilotnya meninggal saat kecelakaan pesawat.
c. Represi + psychophysiological disorder : Wanita yang mengalami sakit migrain setiap kali menahan rasa marahnya.
d. Represi + fobia : Pria yang takut dengan barang yang terbuat dari karet karena selalu teringat akan kemarahan ayahnya saat dirinya memecahkan balon karet kesayangan adiknya.
e. Represi + nomadisme : Orang yang suka berpindah pindah tempat ataupun minat karena frustasi dan ingin selalu lari dari masalah
4. Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression) :
a. Fiksasi : Terhentinya pertumbuhan normal mental seseorang akibat ketidak mampuan mengatasi peristiwa buruk yang ekstrem ataupun kontinyu dimasa lalu. Misal : ketergantungan finansial pada orang tua akibat dimanja.
b. Regresi : Sikap untuk selalu kembali mundur ke tahap perkembangan terdahulu (biasanya ke tahap dimana pernah mengalami fiksasi) karena menimbulkan rasa nyaman.
5. Pembentukan reaksi (Reaction Formation) : tindakan defensif dengan cara mengganti impuls atau perasaan tidak nyaman dengan kebalikannya. Misal : Suami yang membenci istrinya, memperlakukan istrinya dengan memanjakan atau mencumbunya secara berlebihan.
6. Pembalikan (Reversal) : mengubah status ego dari aktif menjadi pasif. Misal : Benci pada ibu yang pilih kasih namun dibalik menjadi benci kepada dirinya sendiri.
7. Projeksi (projection) : mengubah kecemasan neurotik atau moral menjadi102 kecemasan realistik . Misal : Saya membenci dia (menimbulkan kecemasan neurotik) diubah menjadi dia membenci saya (salah dia sendiri).
C. Aspek –Aspek Mekanisme Pertahanan Diri
Suatu aspek dari mekanisme pertahanan diri adalah individu yang menggunakannya memerlukan energi. Individu tidak bisa mendistorsikan kenyataan atau salah merepresentasikan dirinya kepada orang-orang lain tanpa menggunakan energi atau kekuataan untuk berbuat demikian. Selanjutnya, tekanan atau paksaan untuk tetap melindungi diri secara psikologis menyebabkan seseorang tidak rilaks. Perhatian dan dorongan hanya digunakan untuk satu hal dan tidak disediakan untuk sesuatu yang lain.
Aspek-Aspek penting dalam mekanisme pertahanan diri yaitu:
1. Emosi
Faktor-faktor emosi dalam diri seseorang menyangkut sikap dan perasaan seseorang secara pribadi terhadap diri sendiri. Bentuk-bentuk emosi dikenal sebagai perasaan seperti senang, sedih, marah, cemas, takut, dan sebagainya. Bentuk-bentuk emosi tersebut terdapat pada setiap orang. Akan tetapi yang perlu diperhatikan di sini adalah bagaimana kita mengendalikan emosi tersebut agar tidak merugikan diri sendiri.
2. Kecemasan dan Ketegangan
Kecemasan biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan sesuatu, kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya. Kecemasan-kecemasan tersebut membuat seseorang menjadi tegang.
D. Hubungan Ego dengan Mekanisme Pertahanan Diri
Ego adalah mekanisme psikologis manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Ego tersebut berupa dorongan yang secara emosional membuat manusia untuk selalu mencari dan mengusahakan apa yang dibutuhkannya. Ego yang sangat simpel adalah ego untuk makan, minum, bernapas, tidur, dan lain sebagainya. Ego yang sedikit belibet adalah ego untuk mempertahankan diri, mempunyai tempat tinggal, dan perasaan aman secara umum atau bisa disebut security. Ego yang rumit adalah ego untuk merasa diakui, dicintai, dihargai, dipahami, dihormati, merasa memiliki, dan lain sebagainya. Ego rumit inilah yang seringkali membuat masalah dalam suatu hubungan. Setiap orang mempunyai ego rahasia yang tidak ingin diketahui oleh orang lain, tetapi ingin orang lain memenuhi ego tersebut. Ego tersebut biasanya berasal dari kejadian buruk di masa lalu. Hal tersebut adalah wajar, karena manusia adalah makhluk yang berakal, dan tentu saja menggunakan segala cara untuk menghindari rasa sakit di masa lalu terulang kembali. Sedangkan mekanisme pertahanan diri ini terjadi akibat adanya rasa khawatir akan terancam keamanan pribadinya dalam diri seorang, sehingga dalam hal ini ego berhubungan dengan mekanisme pertahanan diri karena adanya dorongan yang secara emosional yang membuat manusia untuk selalu mencari dan mengusahakan apa yang dibutuhkannya.
E. Tujuan Mekanisme Pertahanan Diri
Mekanisme pertahanan diri yang dilakukan oleh manusia bertujuan untuk :
1. memperlunak atau mengurangi risiko kegagalan.
2. mengurangi kecemasan (anxiety).
3. mengurangi perasaan yang menyakitkan.
4. mempertahankan perasaan layak (aman) dan harga diri.
F. Dampak Mekanisme Pertahanan Diri
Sebagian dari cara individu mereduksi perasaan tertekan, kecemasan, stress atau pun konflik adalah dengan melakukan mekanisme pertahanan diri baik yang ia lakukan secara sadar atau pun tidak. Hal ini sesuai dengan pendapat dikemukakan oleh Freud sebagai berikut : Such defense mechanism are put into operation whenever anxiety%2